Mika part 2*
Sore itu, tiba-tiba
Reno datang ke rumah Mika, dengan mobil mercedesnya.
“Hmmm, jadi besuk
Ricky kan ?” tanya Reno dengn gaya khasnya, yaitu tanpa say hai, ato ngucapin
selamat sore sekalipun.
“Ehh, iya pasti
dong !” jawab Mika dengan cuek.
“Hmm, aku ikut
ya?!” kata Reno denga sinis.
“Hah! Tenang aja
Ren, aku pasti ngasih tau ke Ricky kok, kalo sekarang bangkunya udah diduduki
ama anak baru. Oh iya, kamu tahu rumahku dari mana ?”
“Hmm, emang rumah
mu itu, rumahnya pejabat apa. Banyak informan yang bisa ku tanyain.”
“Ohh, terus kenapa
sekarang kamu mau ikut.?”
“Hmmm, kan Cuma
tinggal Ricky aja, teman sekelasku yang belum ku kenal.”
“Oh, iya udahlah,
aku ganti baju dulu.”
“Hmm..”
Dan akhirnya dengan
terpaksa Mika harus ngerelain jalan bareng Reno, cowok yang ngebetein abis itu.
Dan sepanjang jalan
itu, tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut eno. Jangankan sepatah kata,
ngeliat bibirnya bergerak aja enggak. Mik apun akhirnya menahan sabar.
“Hmm, ntar abis
lampu merah itu, belok kiri ya Ren.”
“Hmm, aku udah ke
sana kok Mik.”
“Loh, terus, ngapain
kamu ngajak aku kalo gitu.”
“Hmm, kamu nggak
suka jalan bareng aku?”
“RENO !! Kalo emang
kamu mau ngajak jalan, bilang dong baik-baik. Nggak usah kayak gini caranya !”
“Bukan gitu Mik,”
“Terus maumu itu
apa ?”
Reno pun hanya
diam.
“Ren ??!” Mika
memanggilnya dengan suara agak keras.
Mika udah mulai
jengkel terhadap Reno. Tapi anehnya Reno hanya diam dan tak bereaksi apa pun.
“Kalo kamu nggak
mau nanggepin aku, aku bakal buka pintu ini dan turun disini dan saat ini
juga.”
Dan akhirnya
barulah Reno, sedikit bereaksi. Dan Reno pun membelokkan mobilnya ke sebuah
taman yang penuh dengan pohon-pohon besar yang rindang. Reno hanya diam,
sepasang bola matanya hanya menatap luru ke depan.
Mika juga diam, dia
nggak mau ngeluarin suaranya lagi, karena ia udah terlanjur dongkol.
Dan akhirnya tak
berapa lama, Reno pun mengeluarkan suaranya juga.
“Mik... dulu aku
sempet punya cewek.”
“Hmmm..
Te..ter..terus?”
“Dia suka sama
taman bunga diatas gunung, Mik.”
“Hmm..” Mika hanya
ber’hmmm dengan menunjukkan kebingungannya.
“Sebelum aku naik
mobil, dulu aku suka naik motor Mik. Aku suka balapan liar.”
“Oh,, terusss ?”
“Karena dia suka
itu, waktu itu aku ngajak dia ke taman bunga diatas gunung Mik. Aku ajak di ke
Bromo.”
Ya iyalah, masa’
iya kamu bawa di ke kebun sayur atau taman lawang. Mika menggerutu dalam hati.
“Pasti dia suka
banget.” Sambil menahan ketawa Mika melanjutkan bicaranya.
“Iya, mungkin. Tapi
sekarang aku nggak tau dia suka ato nggak.”
“Loh, kenapa ? Kamu
putus ama dia ? atau dia ninggalin kamu?”
Mika makin bingung,
walau dia nggak terlalu paham apa yang dibicarain ama Reno. Dia mulai ngerasa
ada yang aneh dengan cowok itu.
“Hmm, kita nggak
putus, tapi bener katamu, dia ninggalin aku.”
“Hmm, mungkin kamu
terlalu kasar kali, atau kamu selingkuh ama cewek lain?”
“Bukan !” jawab
Reno dengan sedikit kasar.
“Terus apa ?”
“Dia ninggalin aku
karena ulahku sendiri. Itu salahku, itu memang salahku Mik.”
“Hmm, emang dia
kenapa? Apa salahmu, Ren? Jujur aku bingung!”
“Hmm, dia meninggal
dunia Mik.”
“Hah ! Maksud mu ?
Kamu bunuh dia???”
Reno hanya diam
terpaku. Dia tak sanggup untuk menjelaskan itu semua pada Mika.
“Hmmm, waktu itu
kita berdua pergi ke Bromo. Kita naik motor. Waktu itu aku ngebut. Aku suka
kebut-kebutan dan cewekku tau it. Waktu itu motorku benar-benar melaju sangat
kencang. Dan aku mikir, apa yang harus ku takutin lagi, kalo cewek yang ku
cintai nggak merasa ketakutan. Tapi aku yang bego Mik, itu salahku. Aku lengah,
aku diluar kendali, aku....”
“Kamu, kamu kenapa?
Emang apa yang terjadi?” Jawab Mika yang sedang serius mendengar cerita Reno.
“Emm, waktu itu aku
benar-benar lengah. Motor yang kita berdua naikin, menerjang dan menabrak pagar
jalan. Dan cewekku jatuh terlemapar hampir 100 meter. Dan dia jatuh terbentur
batu di anatara bunga-bunga ditaman itu. Dia mengalami pendarahan dikepalanya.
Dia kehabisan banyak darah Mik. Dia koma selama seminggu. Tapi akhirnya dia
meninggal. Aku yanag salah, kamu memang benar Mik, aku yang bunuh dia Mik. Aku
bunuh dia ditempat yang paling dia suka Mik!”
Mika terkaget dan
terpengarah dengan semua ucapan Reno. Apalagi saat Mika melihat Reno menitikkan
air matanya, di depan Mika. Mika hanya menatap Reno. Dia bingung. Baru pertama
kali itu dia ngeliat seorang Reno menitikkan air mata. Dan dia pikir itu
berarti, beban yang ditanggung ama Reno sangat sangat berat dan perasaan
bersalahnya tentang dia membunuh ceweknya itu, pasti ngebuat dia sangat membenci
dirinya.
Dengan ragu, Mika
pun akhirnya berkata.
“Ren, sorry. Tadi
aku Cuma bercanda tentang yang kamu bunug dia. Aku Cuma bercanda aja.” Kata
Mika.
“Tapi kamu bener
Mik, aku yang udah bunuh dia.”
“Ren, itu udah
terjadi, dan itu bukan salahmu, kamu nggak sengaja ngelakuin itu. Aku nggak
bilang kalo itu harus dilupain, tapi itulah kenyataannya. Itu takdir Ren, dan
kamu cuma dijadiin perantara aja.”
“Tapi kalo hari itu
aku nggak ngajak dia, apa dia akan tetep mati ?!! Kalo aku nggak kebut-kebutan,
apa dia juga akan tetep mati??!! Hah !! Nggak kan ? Dia nggak akan mati kan
Mik?!! Bukan takdir yang ngebunuh dia, bukan !! tapi aku !! aku Mik yang
salah.” Dengan tanpa henti suara kasar dan keras itu keluar dari mulut Reno,
penyesalan yang selama ini dia pendam, terluapkan dengan hadirnya Mika.
Mika jadi sangat
ketakutan, dia juga sangat bingung. Reno sangat tidak dalam keadaan sadar. Reno
membentak-bentak Mika yang nggak tau apa.apa.
“Ren, denger ya,
bukan kamu yang salah. Itu udah...” Mika menjelaskan dengan suara lirih, dia
takut kalo dia ikut terbawa emosi, nanti Reno juga semakin emosi dan semakin
menyalahkan dirinya.
“Bukan salahku
gimana?” Reno membentak Mika “Itu salahku Mik, aku yang salah.”
“Oke, iya iya. Kamu
yang salah!” Jawab Mika yang akhirnya juga ikut menyalahkan Reno.
“Waktu itu hujan
deres Mik, padahal semua udah ngelarang kita buat pergi, tapi kita tetep ngotot
untuk pergi Apalgi diana daerah gunung yang jalanannya pasti selalu licin kalo
lagi hujan.”
“Iya betul !! Kamu
yang salah Ren! Kata Mika dengan suara tinggi. “Kamu yang bego, udah tau hujan
deres, kenapa kamu pergi juga! Kamu yang salah Ren, kamu yang udah ngebunuh dia
!“ Kata itu bertubi-tubi keluar dari mulut Mika.
Mendengar itu
semua, Reno terdiam. Dia menghempaskan tubuhnya ke kursi mobilnya. Dengan
segera Mika langsung melunakkan suaranya yang keras itu.
“Ren, umur cewekmu
itu emang cuma sampai hari itu aja. Dia meninggal karena itu emang sudah
takdirnya dia. Itu udah ditentukan sama Tuhan Ren. Berapa kali pun, kamu
memohon, berjuta-juta kali pun kamu menyalahkan dirimu, dia juga tetep nggak
bakal hidup lagi Ren.”
“TAPI...”
Sebelum Reno
membentak dia dan memarahinya, Mika langsung memotong kalimat Reno, “Ren, kalo
kamu kayak gini terus, dan kalo kamu bentak-bentak aku terus, lama-lama aku
bisa mati juga loh.”
Seketika, Reno
tersadar. Dan tiba-tiba Reno langsung memeluk Mika.
“Mik, maafin aku,
aku nggak sadar.”
Saat itu Reno
memeluk Mika dengan sangat erat. Dan dalam hati Mika menggerutu. Ya ampun ini
cowok, udah bentak-bentak orang sembarangan. Meluk orang juga sembarangan.
“Oh, nggak papa kok
Ren. Di Koran juga belum ada kok berita kalo orang meninggal cuma gara-gara
dibentak.” Mika pun langsung buru-buru melepaskan dirinya dari pelukan cowok
itu.
“Maaf yaa..”
“Iya, nggak papa.”
Mika pun menjauh karena takut dipeluk lagi.”
Reno pun menghela
napasnya.
Suasana menjadi
hening, mungkin sangat hening.
“Hmm, ini rahasia
kita berdua ya Mik..” Tiba-tiba suara itu keluar dari mulut Reno. Dengan wajah
lesu dia berkata, “jangan bilang sapa-sapa ya kalo kamu pernah ngelit aku
nangis. Oh iya, kamu tau, itu lah alasan kenapa selama ini akus selalu dingin
ama cewek, karena aku nggak mau ada satu pun cewek deket ama aku.”
Mika hanya
mengangguk. Meskipun dalam hatinya bertanya dan agak heran, apa dia itu bukan
cewek bagi Reno.
“Terus yang harus
pindah siapa, aku ato kamu?”
“Maksud mu Mik?”
Reno terlihat bingung.
“Iya, siapa yang
harus pindah?
Reno makin bingung,
dia nggak ngerti, “Kenapa salah satu dari kita harus pindah?”
“iya tadi kan kamu
bilang, kalo kamu nggak mau, ada satu pun cewek deket ama kamu. Aku cewek loh
Ren. Ato wajahku mirip Mamat?”
Reno pun tertawa.
Dan sekarang gantian Mika yang bingung.
“Kok ketawa?”
“Nggak papa nona
kecil.”
“Ihh, enak aja
manggil nona kecil, tau badanmu gede.”
“Hehehe..” Reno pun
tertawa kecil.
Mika pun heran,
baru pertama kalinya dia melihat Reno tertawa seperti itu.
“Ohh iyaa, ulang
tahunnya Rasty kamu dateng nggak Mik?”
“Belum tahu Ren.”
“Ohh, iya, keluar
yuk, nggak enak nih ngobrol di dalam mobil.”
“Hmm, yakin udah
nggak papa Reno Adiwiyata Darmawan ??” kata Mika sambil mengejek Reno yang
matanya merah karena habis nangis.
“Enak aja, awas
kamu yaa..”
“Mika pun
cepat-cepat membuka pintu mobil, karena takut diterkam Harimau kayak Reno.”
“Jangan lari kamu
Mik,”
Mereka pun berlari
kejar-kejaran kayak anak kecil. Dan mereka nggak sadar kalo dengan itu, mereka
menjadi akrab dan terlihat sangat akrab.
“Hmmm, Ren haus
nih, minum yok.”
“Iya, aku juga haus
nih. Gimana kalo kita minum es kelapa disana.” Kata Reno sambil menunjuk ke
pojok taman yang disana terdapat seorang laki-laki dengan geobak es’nya.
“Iya, boleh juga
tuh, tapi kamu ya yang bayar, sebagai ganti, karena kamu udah bentak-bentak
aku, dan meluk aku seenak jidadmu.”
“’Hmm, iya deh..”
kata Reno dengan senyum tipisnya.
Mereka duduk
dipojok taman itu smambil minum es kelapa.
“Hmm, gimana kalo
kita dateng ke ulang tahunnya Rasty?” Tanya Reno dengan tiba-tiba.
“Ehh ??” Mika
tersentak kaget. Dan hampir aja dia tersedak saat minum es kelapanya.
Sepasang mata Reno
pun menatap mata Mika.
“Please Mik... Oke
aku minta maaf tentang yang tadi. Tapi kali ini aku bener-bener perlu
bantuanmu. Kalo kita dateng berdua ke pesta itu, pasti mereka akn mikir kalo
ada something antara kita. Dengan itu, aku bisa bebas dari cengkraman
cewek-cewek centil itu. Dan mereka pasti mundur, kalo ada kamu disampingku. Aku
bener-bener udah capek ngeliat mereka bersikap kayak inilah itulah. Apalagi
kalo udah ada Rasty, Avi, Sabrina, Bella terus.... nggak tau lagi deh sapa
itu.”
Mika tertegun atas
semua kejujuran Reno. Dia nggak tahu harus seneng atau sedih, bahkan dia nggak
tau harus mau ngomong apa.
“Tapi, Ren?” tanya
Mika.
“Kamu punya cowok
yaa? Atau ada cowok yang lagi deket ama kamu? Atau bahkan ada cowok yang kamu
suka ?” Tanya Reno dengan perlahan dia menundukan kepalanya.
“Buka itu Ren.”
Mika menggelengkan kepalanya.
“Terus apa, kalo
bukan itu?”
“Kalo mereka
nganggep kita beneran....,?”
“Hmm, biarin aja,
bagus malah. Atau kamu nggak mau yaa?” Reno menatap mata Mika.
“Bukan itu.
Cuma...”
“Ini Cuma pura-pura
kok Mik. Kalo nanti ada cowok yang kamu suka.... kamu boleh pergi kok.”
Seketika itu, Reno
menggenggam tangan Mika. Dan Reno jua mengusap wajah Mika dengan lembut.
“Mika, tolong aku,
please.” Bisiknya dengan sangat pelan.
Entah kenapa saat
itu, hati Mika yang biasanya sekeras batu, kini mecair dan meleleh karena
ucapan Reno.
“kamu boleh bilang
apa aja kok Mik ama mereka, mau kamu bilang, aku suka sama kamu, aku yang
nembak kamu, aku yang maksa kamu buat macari kamu, apa aj. Akau serahin
semuanya ke kamu. Semua terserah kamu, terserah maumu. Aku akan mengiyakan itu
semua Mik.”
Mika menatap wajah
Reno dengan begitu dekat. Dengan perlahan wajah mungilnya mengangguk, dan itu
berarti Mika menerima permohonan Reno. Paling nggak dia sedikit atau bisa
dibilang banyak membantu Reno. Dan dia akan menjadi seseorang yang paling deket
dengan Reno, meskipun Cuma sementara dan tanpa hubungan apa pun.
<<>>
Setelah kejadian
itu, setelah Reno menceritakan semua tentang dirinya dan hidupnya, dan sekarang
Mika nggak mandang Reno sebagai cowok yang galak atau menakutkan lagi. Bahkan
Mika merasa iba terhadapnya.
Dan saat Mika
melihatnya lagi pagi ini, berjalan masuk ke kelas dan menebar seluruh pesona
yang dimilikinya, dingin, misterius dan masa bodo ama sekelilingnya. Dan
rasanya sangat tidak bisa dipercaya kalo kemarin, Mika melihat cowok itu
menangis dan memohon bantuan padanya.
“Pagi.” Sapaannya
yang khas, masih sama kayak kemarin-kemarin, dingin dan tanpa senyum.
“Pagi juga,” Mika
pun juga menjawab seperti biasa.
Meskipun Mika masih
syok karena Reno telah menganggapnya sebagai orang yang paling dia percaya. Dan
Reno telah menceritakan cerita yang mungkin paling buruk dalam hidupnya. Dan
Mika tetap nggak mau ngasih senyumnya ke Reno kalo Reno nggak senyum duluan ke
dia. Dia juga takut, nanti dikiranya Mika senyum karena punya maksud tertentu.
Dan nanti senyumnya dianggap senyum murahan.
“Apa kabar Mik?”
Mika tersentak kaget. Nah ini yang baru nggak biasa yang dilakukan oleh Reno.
Biasanya cowok itu masa bodoh ama orang disekelilingnya.
“Baik.”
“Oh, bagus deh.”
Diam-diam Reno
memperhatikan respon dari cewek-cewek disekitarnya. Ternyata masih sama, belum
ada perubahan. Tetep seperti Mika yang kemarin, cuek, jutek dan tak peduli sama
sekali, meski Reno agak berubah pagi itu.
Reno sangat
bersyukur. Berarti dia nggak salah memilih teman sebangkunya dan sekaligus
memilih orang paling dia percaya.
Tapi seharian itu,
Reno terlihat sangat gelisah, dan itu juga terjadi pada Mika. Jauh dalam lubuk
hati mereka berdua, mereka sama-sama memikirkan tentang kejadian kemarin,
kejadian yang tak sengaja membuat mereka menjadi sangat akrab. Tapi anehnya,
Reno tak berkata apa pun pada hari itu.
Mika nggak tau kalo
sebenranya Reno ingin cepat-cepat mebahas masalh itu. Tapi kondisi yang tak
memungkinkan itu terjadi. Karena disekelilingnya masih begitu banyak bertebaran
cewek-cewek centil. Dan akhirnya Reno pun harus menunggu sampai waktu pulangan.
Dia harus mengajak Mika pulang sama-sama untuk membahas masalah itu Sayangnya,
waktu bel pulangan berbunyi. Mika langsung menyaut tasnya dan pergi ke kelas
Davina, sahabatnya di 2 Ipa-5.
Terpaksa Reno harus
mengikuti dua cewek itu. Setelah sepi, Reno langsung memberhentikan mobilnya
didepan dua cewek itu.
“Hai...” Reno
menyapa Davina duluan.
“Hai juga,..” sahut
Davina.
“Aku mau minjem
temenmu dulu.” Dengan senyum tipis Reno berkata seperti itu kepada Davina.
“Hmm, aku ada perlu ama kamu Mik.”
Gadis mungil itu
langsung tahu apa yang dimaksud oleh Reno.
“Aku duluan ya Vi,
besok, kita pulang bareng deh. Oke...” Kata Mika dengan senyum penuh harapan,
berharap sahabatanya itu nggak marah ama dia.
Davina mentapa
mereka berdua. Alisnya mengkerut. Dan Mika buru-buru naik ke mobil Reno, karena
dia nggak mau sampai Davina tahu masalah itu.
“Hmmm..., mang kamu
mau kemana Mik?” Tanya Davina dengan sedikit berteriak karena mobil Reno udah
berjalan agak jauh dari tempatnya berdiri.
“Hmmm, Reno mau
ketemu ama Mas Dean, Vi.” Jawab Mika, dengan menyebutkan nama salah satu
sepupunya yang terjun dalam dunia basket.
“Oh, iya udah
ati-ati..” Davina percaya begitu saja.
<<>>
“Mas Dean ??? Siapa
dia Mik?” tanya Reno begitu mobilnya udah terlihat sangat jauh dari Davina. Dan
tinggal mereka berdua yang berada dalam mobil itu.
“Tukang Sayur!”
jawab Mika asal. Dia tidak mau Reno tahu. Nanti kalo Reno tahu Mas Dean itu
siapa, takut Reno jadi tertarik dan maksa dia untuk ngenalin Reno ke Mas Dean.
“Terus kenapa aku
mau dikenalin ama dia?” Tanya Reno seakan tak percaya.
“Dulu dia pernah
main basket. Terus, karena dia cidera dan nggak bisa maen lagi, dia ubah
profesi jadi tukang sayur.”
“Oh begitu.” Jawab
Reno. Jelas Reno tahu kalo Mika sendang berbohong, karena dia tahu banget siapa
itu Mas Dean, karena Reno juga pemain basket.
“Hmm, kenapa Ren,
kamu nggak percaya?”
“Iya jelas nggak
percayalah, aku tahu siapa itu Mas Dean, itu sepupu mu kan, dia pemain basket
nasional, dan sampai sekarang dia masih maen.”
“Loh, kok kamu
tahu??” Tanya Mika dengan sedikit kaget.
“Loh, kan aku juga
pemain basket Mik.”
“Oh, heheheh. Maaf,
habisnya, aku males, ntar kalo aku kasih tau kamu, kamu malah tertarik, dan
lagi pula, aku nggak terlalu suka ma orang itu. Eh nggak tahunya, kamu pemain
basket juga.” Jelas Mika dengan wajah malu.
“Hmmm, nggak
papa..kok. kau juga nggak terlalu suka juga ama orang itu”
“Hhehee, oh iyaaa,
kita kok jadi bahas itu. Tadi kamu ngajak aku pulang bareng, karena mau
ngomongin itu kan?”
“Iya, kok tahu..
Hmm, jadi gimana? Udah dipikirin?”
“Udah...”
“Jawabannya?”
“Boleh jawab nggak
mau ?”
Reno pun tertawa.
“Maaf, sayangnya
jawabnya harus iya atau mau.”
“Huh...” Mika
mengehela nafas.
“Please, tolong aku
Mik.”
Ini orang udah
minta tolong, tapi harus, kudu malah. Gimana sih, jadi bingung aku !! Mika
menggerutu dalam hati.
“Tapi kenapa harus
di ulang tahunnya Rasty, apa nggak berlebihan. Terus apa nggak terlalu
mengagetkan.?”
“Justru itu yang ku
mau Mik. Justru yang ku mau itu, ya yang bikin kaget itu, jadi semua bisa tahu,
kalo perlu 1 sekolah tahu kalo aku udah punya kamu !”
“Tapi kan....”
“Sebentar !” Reno
memotong kalimat Mika. “Kita stop aja ya, nggak enak ngobrol sambil nyetir.
Kamu nggak papa kan pulang agak telat.”
“Hmm, nggak papa
sih, paling cuma diamarahin ama tanteku!”
“Hmm, gampang itu
deh. Ntar aku yang ngejelasin ama tante mu.” Kata Reno dengan sedikit menahan
ketawa.
“Ouh iya, tadi mau
ngomong apa?”
“Emmm, iya itu.
Nanti kalo ditanya-tanyain, gimana, mau jawab apa?”
“Nah, ini juga yang
mau ku omongin ke kamu. Ini permintaan tolong ku yang kedua,”
Mika tersentak
“Ehh, emang ada
berapa permintaan? Jangan banyak-banyak, soalnya persediaan tolongku tinggal
pas-pasan ini.”
Seketika Reno pun
tertawa.
Udah Mika duga,
sejak kejadian itu, Reno nggak baklan bisa bersikap sok cuek atau sok galak
didepan cewek mungil ini.
“Hmmm, cuma dua
kok. Yang pertama, kamu jadi cewekku, dan yang kedua, kayak yang tadi kamu
bilang itu. Tolong kamu karang cerita gimana kita jadian.” Reno pun tersenyum
tipis.
“Mana sempet Reno
Adiwiyata Darmawan. Kan ultahnya Rasty tinggal 4 hari lagi?”
“Kan nggak mesti
waktu itu kamu ngejelasinnya Mik.”
“Ohhhh...”
“Dasar nona kecil.”
“Huh, dasar Mr.
Ngebetein.” Seketika itu juga wajah mungil Mika jadi cemberut.
“Hehehe, biar aja
ngebetein. Weeekkkk.” Kata Reno sambil menjulurkan lidahnya.
“Ahhhh, Reno...
Nggak jadi neh.” Mika pun mengancam Reno.
“Heheheh, iya iya
maaf, Mana boleh cemberut gitu miss manja.” Reno pun tersenyum lebar.
Baru kali itu Mika
melihat Reno tersenyum seakan-akan tulus dri dalam hatinya. Mika pun membalas
senyumnya. Dan mereka pun tertawa bersama.
“Terus gimana?”
“Hmm, nggak ada
terusnya miss manja. Kamu karang aja ceritanya. Nggak usah buru-buru. Tapi kita
tetep dateng ke pesta itu. Dan selebihnya....,,” Reno memegang tangan Mika,
“itu urusanku. Oke ...!”
Dan mau nggak mau,
Mika menjawab, “Iya deh...”
“Ouh iya,
ngomong-ngomong, tadi kamu bilang dimarahin tantemu. Emang mama mu ke mana?”
“Ohh, bunda?”
“Iya terserahlah
kamu mau nyebut itu apa. He’eh...”
“Bundaku orang yang
sibuk, terlalu sibuk sampai-sampai nggak pernah inget ama anaknya.”
“Terus?”
“Hmm, dia seorang
designer yang cukup terkenal di Indonesia maupun dunia internasional. Dia
selalu sibuk melakukan Tour ke mana-mana, bahkan hampri ke seluruh dunia.”
“Ouh, kamu pasti
bangga punya mama atau bunda yang sangat terkenal seperti itu?”
“Hmm, nggak! Kamu
salah, aku akan lebih bangga kalau beliau adalah seorang ibu rumah tangga yang
memiliki pekerjaan yang biasa-biasa saja. Dan aku akan lebih sangat bangga
lagi, kalau beliau bisa jadi seorang Ibu yang sangat memperhatikan anaknya.”
“tapi, mungkin mama
mu, ngelakuin ini untuk kamu juga.”
“Mungkin saja. Tapi
sepertinya nggak, dia lebih milih kesibukannya dari pada anaknya sendiri.”
“Kok kamu bilang
seperti itu?”
“Udahlah nggak
papa.”
“Ohh iya, terus
papa mu?”
“Ohhhh, beliau udah
meninggal 8 tahun yang lalu, waktu aku berumur 9 tahun.”
“Oh, maaf Mik, aku
bener-bener nggak tahu. Udahlah, dia pasti udah hidup tenang disana, bukannya
aku nyuruh kamu buat ngelupain dia, tapi percayalah, dia akan selalu hidup di
hatimu selamanya.”
“Hmm, iya Ren.”
Mika pun menitikkan air mata.
“Udah Mik.” Reno
pun meraih tubuh gadis itu, dan diletakannya dipelukannya.
Mika merasa hangat,
dia sangat nyaman berada dalam pelukan Reno.
“Terus, saudaramu ?
Atau kamu anak tunggal?
“Iya, aku anak
tunggal Ren. Dulu aku sih punya sahabat selain Davina, tapi dia meninggal dunia
juga Ren, katanya mamanya sih, dia sempat koma di rumah sakit. Mungkin dia sama
kayak cewekmu, Ren.”
“Iya udah, disaat
kamu sedih, disaat kamu nggak semangat, aku akan selalu hadir disampingmu,
untuk membagikan semangatku ke kamu Mik.” Sepasang mata itu menatap mata Mika
dengan seakan-akan mata itu sangat menyayangi Mika. “Iya udah, kita pulang aja
yaa.”
“He’eh..” jawab
Mika dengan hanya menganguk kepalanya. Dia tengah benar-benar tidak bisa
berkata apa pun lagi.
Sesampai didepan
rumah Mika.
“Ren, Makasih
yaa...”
“Makasih buat apa?”
Reno pun bingung dengan ucapan terima kasih dari Mika.
“Makasih udah meluk
aku.” Mika pun tersenyum tipis.
“Ehhh,....” Reno
pun kaget dengan kata-kata yang keluar dari mulut Mika.
“Hehehe..” Mika
hanya tertawa kecil saat ia turun dari mobil.
“Iya, samasama...”
Reno pun membalas senyuman Mika. Meskipun iya bingung, apakah Mika memang
benar-benar senang atau Mika hanya mengejek dirinya.
<<>>
Besoknya...
Pagi-pagi sekali,
Mika dateng ke sekolah bersama Davina. Dengan biasa, Mika menolong Davina untuk
menganatarkan barang dagangan yang mau dititipkan di kantin dan koperasi.
Sepanjang jalan
menuju koperasi, Davina dan Mika ngobrol tentang pelajaran seperti biasa.
Akhirnya, mereka
berpisah saat bel masuk telah berbunyi. Mereka masuk ke kelas masing-masing,
kelas Mika dan davina memang sangat jauh. Mika di kelas 2 Ipa-2 sedangkan
davina berada dikelas 2 Ipa-5.
Jam pelajaran pun
dimulai. Seperti biasa, Reno masuk kelas dengan sapaannya yang sangat singkat,
“Pagi...”. tapi kali ini agak berbeda, senyum itu, senyum yang tak pernah ia
lontarkan dari wajahnya, yang tiba-tiba, senyum hangat itu mengiringi
sapaannya.
“Pagi juga.” Mika
pun juga membalasnya dengan senyum.
Tapi
yang membuat suasana berubah, ketika seluruh mata menatap mereka, terutama para
cewek-cewek itu. Beda dengan Reno yang masa bodoh ama tatapan mata itu, Mika
jadi sangat canggung. Selama pelajaran, rasty dan avi menggunjingkan mereka
berdua.
Mika tak lagi
memikirkan itu. Mika melirik jam yang melingkar dipergelangan tangannya itu
dengan resah. Sebentar lagi bel istirahat berbunyi. Sejujurnya, dia sudah tidak
sabar lagi untuk pergi ke tempat itu.
Sesungguhnya hari
ini adalah Hari ulang tahun Mika yang ke tujuh belas. Bukan gaun atau dress
cantik yang terbuat dari sutra dari designer terkenal, atau kue ulaang tahun
yang besar dan enak yang ia tunggu. Tapi seseorang yang istimewa yang ia tunggu
untuk menghabiskan hari itu.
Hari ini, bunda
janji kepada Mika akan pulang ke Indonesia untuk merayakan ulang tahunnya.
Kebiasaan itu tidak
akan pernah ia lupakan, kebiasaan saat hari ulang tahunnya. Biasanya waktu Mika
kecil, ia selalu menghabiskan hari ulang tahunnya bersama bundanya, bahkan
hingga larut malam, dari membantu Bunda memasak, membuat kue coklat yang
nantinya akan ditiup oleh Mika, dan menonoton film hingga larut malam.
Tapi kebiasaan itu
telah menjadi sebuah harapan yang tak pasti kapan akan ia rasakan lagi.
Akhirnya bel tanda
istirahat telah berbunyi. Murid-murid pun mulai berhamburan ke sana ke mari.
Begitu juga Mika ia melangkahkan kakinya keluar ke lorong sekolah. Mika
bingung, apa yang harus ia lakukan.
Dan tiba-tiba Reno
dan Davina yang sedari tadi mencarinya pun mengaetkannya.
“Mik...”
“Heii... kok kalian
ada disini.”
“Dari tadi kita
nyariin kamu nona kecil..” jawab Reno dengan panggillan khasnya kepada Mika.
“Ohh..”
“Ada ap sih Mik,
kok kayaknya kamu gelisah gitu?”
Mika bingung, apa
dia harus ngasih tahu Reno dan Davina kalo hari ini Bundanya datang, dan dia
akan membolos pelajaran untuk pergi ke airport. Dia ingin sekali menjemput
bundanya yang semalm menelpon untuk membaerikan kabar baik, tentang pulangnya
ia ke Indonesia.
“Hmmm, atau ada hal
yang penting yang harus kamu lakukan Mik?” Tanya Reno.
Pertanyaan itu
sangat tepat, dan itu membuat Mika tersentak. Cowok yang berdiri dengan sebuah
tangan dalam saku, memandang sepasang bola matanya dengan serius. Entah kenapa
jika ada Reno, Mika merasa sangat tenang. Dan tiba-tiba sebuah kalimat
terlontar dari mulut Mika.
“Hmmm, ya. Kalian
mau ikut aku?”
<<>>
Mereka bertiga
akhirnya membolos pelajaran.
Saat itu, mereka
bertiga telah duduk di sebaris tempat duduk kayu yang ada di Bandara. Dengan
memegang segelah minuman hangat, karena udara disana sangat dingin.
Tak terasa udah 3
jam, mereka menunggu seseorang itu.
“Hmm, mungkin
pesawatnya telat, Mik. Atau dicancel??” Davina berusaha mencari alasan ketika
melihat wajah muram menghampiri wajah sahabatnya itu.
“Tapi nggak mungkin
Vi, coba kamu lihat itu.” Sanggah Mika dengan menunjuk sebuah layar besar yang
menunjukkan jadwal penerbangan hari itu.
“Hmmm, mungkin
bukan pesawat itu Mik,” sahut Reno yang mulai nimbrung, karena merasa kasihan
pada Mika.
“Ngga Ren, katanya
sih peswat yang itu.” Kata Mika, dengan wajah setengah kecewa.
“Gimana kalo kita
tanya sama petugas aja?”
Mereka bertiga
menghampiri seorang petugas bandara, tetapi saat mereka menanyakan suatu hal,
petugas itu tampak kebingungan, dan akhirnya mereka kembali duduk.
“Hmm, kita tunggu
sebentar lagi deh, yaa...” kata Reno dengan senyum tipis.
Dalam hati, Mika
berkata, “Ternyata seorang Reno, yang kalo disekolah, terkenal sebagai cowok
yang cuek, sadis dan galak ama cewek itu, memiliki hati yang lembut juga. Tapi
kenapa dia hanya baik kepada aku dan Davina aja, kenapa nggak ama yang lain?”
“Mik..”
Panggilan itu pun
mengagetkan Mika yang sedang bingung.
“Ehhh..., kenapa?”
“Kok ngelamun?
“Nggak papa Vi.”
“Hmm, kira-kira,
gimana ya keadaan kelas ? Hahaha.” Davina pun mulai mencoba untuk menghibur
Mika.
“Maaf ya, gara-gara
aku kalian jadi ikutan bolos.”
“Nggak papa lah
Mik, lagian aku juga malas kok ikut pelajaran Kimia, habis aku nggak
mudeng-mudeng, ngitung-ngitung pH lah, mol-lah dan apalah itu.”
“Nggak papa kok
Mik, lagian aku sama kayak Davina. Aku juga lagi malas ikut pelajaran fisika.”
Sahut Reno.
“Hmmm, ntar kalian
jadi ikutan dimarahin deh, apa lagi kamu kan anak baru Ren.” Kata Mika, yang
dengan perlahan menundukkan wajahnya.
“Nggak masalah
buatku.” Jawab Reno dengan tanpa ekspresi.
“Iya Mik, bener tuh
kata Reno. Dan lagi kan aku sahabatmu, apa pun yang terjadi ama kamu, aku juga
akan selalu bersamamu, walaupun kita Cuma tinggal berdua.” Hibur Davina.
“Ehhh, maksudnya
berdua? Aku?”
“Bukan itu
maksudku, ada deh pokoknya.”
“Hmmm....” Kening
Reno mengkerut.
Tiba-tiba,
handphone Mika berbunyi. Suara Tante Eva yang kelihatannya sangat kahwatir
terdengan di telinga Mika.
“Mika, kamu ada
dimana??? Kamu baik-baik aja kan? Tadi Tante menyuruh Pak Dadang buat jemput
kamu, tapi katanya kamu nggak ada.”
Mika tersentak, dia
baru menyadari kalo dia lupa mengbari Pak Dadang yang setiap hari mengantar
jemputnya ke sekolah sebelum sekarang ia naik bus.
“Maaf Tante, aku
lupa nelepon tante. Aku sekarang lagi di Bandara Tan. Mau jemput Bunda. Tapi
sampai sekarang masih belum dateng juga.”
Tante Eva seketika
kaget ketika mendengar Mika berkata seperti itu. Dia bahkan sama sekali nggak
tega untuk membuat hati Mika kecewa, karena di tahu kalau bundanya nggak akan
pulang hari itu.
“Hmm, Mika..
Dengerin tante yaa. Barusan aja, bundamu nelpon tante, dia bilang kalo dia hari
ini ngak jadi pulang, katanya sih, karena hari ini dia ada fashion show ke
Australia, dan mungkin sampai bulan depan.”
“Ouh, gitu yaa
tante. Bunda ada titip pesan nggak?”
Tante Eva pun
dengan ragu menjawab pertanyaan dari Mika. Dan dengan keraguan tantenya itulah,
Mika sudah tahu, kalo bundanya sama sekali udah tak ingat pada dirinya. Dan
dengan wjah penuh sesal dan kecewa, Mika pun menutup telpon itu.
“Kenapa Mik?” Tanya
Davina yang sedang bingung melihat wajah sahabatnya itu murung.
“Nggak papa kok,
Vi.” Jawab Mika sambil manahan air matanya yang sudah diujung tanduk.
“Yakin kamu nggak
papa.” Reno pun ikut bertanya.
Mika pun berusaha
untuk meyakinkan Reno dan Davina kalo dia nggak papa, dan baik-baik aja. Tapi
air mata itu tak mampu dibendung oleh Mika. Tiba-tiba, tubuh Mika terduduk,
wajahnya menunduk, pandangannya memburam, dan ia menutup wajahnya dengan kedua
telapak tangan sambil mulai meneteskan air matanya. Dan dengan seketika Davina
pun duduk dan langsung mengusapkan telapak tangannya ke punggung Mika.
“Maaf..” Mika pun
berkata sambil mencoba mengusap air matanya. Bahkan dia pun tak sanggup untuk
meluapkan kekecewaannya dengan kata-kata.
“Nggak papa kok
Mik. Kamu nggak ada salah ama kita. Kenapa kamu harus minta maaf.” Sahut Reno
yang sedang berusaha meyakinkan Mika, kalo itu semua bukan salahnya.
“Tapi...”
“Ssstttss... Udah
udah, jangan nangis, ntar dikejar ayam loh kalo nangis.” Kata Davina yang
mencoba menghibur Mika.
Mika pun tersenyum
tipis. Tak bisa ditebak, bagaimana perasaan Mika saat itu, persaan yang sedang
campur aduk menjadi 1. Perasaan kecewa akan ketidakhadiran bundanya dan
perasaan betapa bahagianya dia memiliki sahabat seperti Davina yang selalu ada
saat dia butuh. Baik itu dalam keadaan senang, sedih atau apa pun.
“Iya udah kita
pulang yok..” ajak Reno.
“Hmm, aku kayaknya
dijemput deh Ren, Mik.”
“Jadi kalian pulang
berdua aja, nggak papa.”
“Yakin nggak papa
nih Vi?” Tanya Mika
“Iya Nona cantik..”
Davina pun tersenyum tipis.
“Hmm, iya udah deh.
Hati-hati loh. Ayo Mik, kita pulang.”
“Ayo..”
Didalam mobil..
“Mik..?” Panggil
Reno
“Ehh, iya. Kenapa?”
“Nggak papa, jangan
sedih gitu dong. Ntar lagi ulang tahunnya Rasty loh. Kamu harus nyiapin mental
tuh.. hehehe .” Reno mengejek Mika dengan senyuman tipis.
“Hmm, iya iya Mr,
Nyebelin..” seketika itu, wajah Mika pun lansung cemberut manja.
“Ouh iya,
ngomong-ngomong, maksudnya Davina tadi apa?”
“emang omongan yang
mana?”
“ada tadi yang dia
bilng, walaupun kita tinggal berdua aja?”
“Ouh itu. Maksudnya
itu, dulu kan aku punya sahabat selain Davina juga. Nah kita itu selalu
bareng-bareng Ren. Tapi yaa, kayak yang waktu itu aku cerita ke kamu. Dia udah
ninggalin kami lebih dulu Ren. Jadi tinggal aku ama Davina. Gitu maksudnya.”
“Ouh, kirain apa?”
“Emang kamu kira
apa?”
“Aku kira, kalian
nggak mau nganggap aku. Hahaha.”
“Nggak lah, tapi
mungkin aja sih, Wekkk :P “ Mika pun gantian mengejek Reno.
“Ouh iya, emang
bunda mu itu, janji pulang karena apa?”
“Hmm, sebenranya
ada sesuatu yang penting, dan itu aku berharap, agar beliau pulang.”
“Hmp, kalo boleh
tau, apa itu?”
“Emmm... sebenarnya
hari ini adalah hari ulang tahunku Ren”
“Apa..??! kenapa
kamu nggak bilang ama aku?”
“Hmm, emang kenapa?
Itu kan bukan suatu hal yang penting kan buatmu, dan lagi pula aku bukan
sapa-sapa mu.”
“Ouh.. bukan
sapa-sapa?” Reno memalingkan wajahnya dan sepanjang perjalanan ia diam.
Tapi, Mika pun
memberanikan dirinya untuk bertanya pada Reno.
“Kamu marah ya,
Ren?”
“Nggak..”
“Terus, kenapa?”
“Hmm, emang sih
sekarang aku bukan siapa-siapa buatmu, tapi nanti. Kamu kan akan jadi
pacarku.,”
“Ehhh..” Mika pun
bingung dan terhenyak.
“Iya, , meskipun
hanya pura-pura.”
“Maaf Ren, aku
nggak bermaksud begitu,”
“Nggak papa kok,
walaupun kita baru kenal, tapi bukan bearti aku nggak mau tau tentang kamu.”
“Hmm, iya maaf.”
Kata Mika sambil menundukkan kepalanya.
<<>>
Pagi itu...
Pak Suryo dan Bu
Neti sang master kimia dan fisika itu berdiri diruang guru didepan 3 orang
muridnya. Mata mereka menyipit dengan penuh konsentrasi dan tangan mereka
seperti elang yang mau nerkam mangsanya..
Mata-mata itu
menatap tajam, memandangi 3 murid mereka yang kemarin membolos pelajaran.
Mika, Davina dan
Reno berdiri dengan wajah tertunduk. Mereka sama sekali tak berani memandang
wajah-wajah itu. Apalagi wajah-wajah itu terkenal dengan wajah-wajah paling
killer disekolah itu.
“Apa alasan kalian
membolos pelajaran, kemarin? Jelaskan !” Bu Neti yang terkenal dengan kata-kata
pedisnya itu pun melontarkan pertanyaannya dengan wajah yang amat sangat
menegrikan.
Tak ada sedikit
suara pun keluar dari mulut mereka.
“Kenapa diantara
kalian berdua tidak ada yang mau menjawab pertanyaan saya atau menjelaskan
alasan kenapa kalian membolos pelajaran, kemarin? Apa pelajaran saya dan pelajaran
Pak Suryo begitu membosankan untuk kalian? Atau kalian sudah merasa cukup
pintar dan merasa sudah tidak perlu mengikuti pelajaran kami?”
Kepala mereka
semakin menunduk. Mereka bertiga berharap agar tidak dihukum berat.
Davina pun
memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya, dan ia berkata,”Maaf Bu, pak, kita
nggak akan bolos lagi kok.”
“Iya pak, bu..”
Mika dan Reno pun juga ikut berusaha untuk meyakinkan guru-guru mereka.
“Apa kalian nggak
mau memberitahu kami, alasan kenapa kalian kemarin membolos?”
“Gini Pak, kemarin
mereka itu membolos karena saya, saya yang mengajak mereka.” Jelas Mika.
“Bukan Pak, kami
sukarela kok. Toh kami nggak pergi ke game centre, nggak merokok. Dan pokoknya
kamu nggak ngelakuin hal-hal yang aneh kok Pak, Bu. Beneran deh.” Davina dan
Reno pun mengatakan demikian dengan serentak.
Bu Neti dan Pak
Suryo pun menghela napas mereka. Mereka bingung harus gimana, karena diantara
mereka nggak ada 1 pun yang mau ngaku atau menjelaskan alasan mereka membolos.
Dan walaupun
begitu, Bu Neti dan Pak Surya percaya dengan 3 anak muridnya itu. Karena Mik
dan Davina selalu mempertahankan nilainya, dan karena Reno adalah anak baru
disitu.
“Ya sudah. Biar
kalian kapok dan nggak akan bolos pelajaran lagi, Ibu ama Bapak akan ngasih
hukuman berat buat kalian.” Kata Bu Neti.
Mereka bertiga pun
memejamkan mata mereka dan berharap agar mereka nggak dapetin hukuman yang
berat, seperti disuruh bersihin lubangnya wc lah, disuruh bawa papan nama yang
bertuliskan “Tidak akan membolos lagi” atau disuruh ngepel lobi sekolah.
“Hmmm, kalian kami
hukum mencuci bus sekolah, sepulang sekolah.” Kata Pak Suryo.
“Hanya itu pak?
Tanya Mika dengan wajah sedikit senang dan sedikit bingung.
“Iya, hanya itu?
Kenapa, apa kalian merasa itu kurang.” Tanya paj Suryo.
“Ng..nggak Pak. Itu
udah lebig dari cukup.” Sahut Davina.
“Dan kamu Reno,
kamu itu anak baru, seharusnya kamu tidak ikut membolos.”
“Iya Bu.. Maafkan
saya.”
“Terima kasih Bu
Neti dan Pak Suryo. Maafkan kita yang udah membolos kemarin.” Kata mereka
dengan serentak.
“Iya, sama-sama.
Lagi pula, saya dan Pak Suryo kan juga pernah muda dan kami juga pernah
melakukan hal seperti yang kalian lakukan.” Jelas Bu Neti, sambil melangkahkan
kakinya keluar ruang guru.
“Heheheh, iyaaa
ibu....” kata mereka serentak dengan wajah yang amat gembira.
Tapi sayang wajah
itu tidak mengahmpiri wajah Reno. Saat itu wajah Reno masih menunduk dan
terlihat sangat lemas sekali.
“Ren, kamu
baik-baik aja kan?” Tana Mika.
“Iya, aku nggak
kenapa-kenapa kok Mik.” Jawab Reno dengan lemas.
“Kamu yakin ?”
Tanya Davina
“Iya aku yakin.”
“Aku nggak percaya.
Coba, aku ingin melihat wajahmu.” Kata Mika sambil mendongakkan kepala Reno ke
atas
“Hmm, aku nggak
papa, Mik!” Reno memalikngkan wajahnya
“Hmm, aku nggak
percaya Ren, aku mau melihat wajahmu.”
“Iya Ren, aku juga
bakalan nggak percaya kalau ngeliat sikapmu begini.” Kata Davina.
Akhirnya Reno
mengangkat wajahnya, ternyata udara dingin di bandara tadi membuat kondisi
tubuh Reno melemah. Reno pun mimisan.
Seketika itu Davina
dan Mika terkaget.
“Kamu mimisan Ren.”
Sahut Davina.
“Ohh, itu yang kamu
bilang nggak papa?!” Tanya Mika dengan suara tinggi.
“Hmm, aku nggak
papa kok. Itu mungkin karena aku lagi kecapek’an aja.” Jawab Reno yang sedang
mencari-cari alasan.
“Hmmm, iya udah
kita ke UKS aja. Ntar aku ijinkan kamu ke guru piket dan guru dikelas.” Kata
Mika, sambil meraih tangan Reno dan menaruhnya ke pundaknya.
“Iya udah, aku
duluan ya Mik, Ren. Aku ada presentasi hari ini, maaf ya.”
“Iya nggak papa Vi,
good luck ya..”
“Thanks Mika.”
Mika dan Reno pun
berjalan ke arah UKS. Sesampainya di UKS.
“Hmm, kamu
istirahat disni aja yaa, ntar waktu pulang, aku kesini lagi. Oke.?”
“Eh, tapi Mik. Aku
....”
Sebelum Reno
menyelesaikan kalimatnya Mika pun segera memotongnya.
“Hmm, kalo kamu
nggak mau nurut ama aku. Aku nggak mau bantuin kamu, dan nanti sakit mu bisa
tambah parah, Ren. Dan kalo kamu sakit, ntar kamu juga nggak bisa datang loh ke
pestanya Rasty.” Mika mulai mencari alasan dan mengancam Reno.
“Iya iya dah..”
Dengan wajah sedikit terpaksa, hanya itulah yang bisa dikatakan oleh Reno.
<<>>
Hari itu mulai
dekat, seperti membuat Mika berjalan diatas perapian yang penuh dengan bara.
Walaupun di satu sisi Mika tahu, apa tujuan diadakan acara ulang tahunnya itu.
Hanya untuk menarik perhatian Reno.
Contohnya aja
Rasty, Avi, Mona ama Sabrina. Mereka rela menghabiskan uang orang tuanya hanya
untuk menarik perhatian Reno. Tentunya mereka akan menggunakan penampilan
mereka untuk melakukan hal itu. Dan sebelum jauh-jauh hari, mereka udah
mengumbar-ngumbar kalo mereka akan datang ke pesta itu dengan dress yang
teramat sangat mahal, mungkin bisa jadi dress yang dirancang oleh designer
terkenal, ya walaupun belum dapat menyamai Bundanya Mika, yaitu Nadia Pratama.
Seorang designer yang teramat sangat terkenal terutama di Paris dan Inggris.
Walaupu begitu, Mika tidak pernah sedikit pun pamer atau sombong. Padahal
pakaian, sandal, high heels, dan semua dressnya itu adalah design atau
rancangan yang paling bagus diseluruh dunia. Dan, Mika juga tak habis pikir
dengan jalan pikiran cewek-cewek centil itu.
Dan bagi yang
ekonominya pas-pasan, hanya bisa menggunakan dress yang standar dan berharap
kalo Reno akan tertarik pada mereka, dan mereka percaya kalo Reno bukanlah
cowok matrealistis.
Dan semakin dekat
denga hari itu, cewek-cewek itu semakin semangat untuk membahas soal itu.
Dimana-mana terdengar kasak kusuk yang seaka-akan membuat Mika sangat kesal.
Meskipun yang diundang hanya terbatas, karena tidak sembarang orang bisa masuk
rumah Rasty. Hanya kelas Rasty sendiri lah yang semuanya terpaksa harus
diundang karena ia tak mau, imagenya menjadi jelek dikelas, walaupun sebenarnya
udah jelek.
Setiap hari pun
Mika selalu berdoa dan ia sangat berharap agar Tuhan mau mengabulkan doanya,
walaupun doa itu nggak akan mungkin bisa dikabulkan secara logika, tapi Mika
tetap berharap dan sangat berharap. Tapi ternyata Tuhan tidak mengabulkannya.
Ya jelas aja, pasti Tuhan juga mikir kalo harus mengabulkan permintaan Mika
yang aneh itu: Mika memohon agar Tuhan bisa menghentikan waktu yang terus
berputar itu, atau Tuhan bisa menghilangkan hari itu hanya untuk Mika.
Karena tidak
mungkin dikabulkan dan udah tidak dikabulkan, hari yang ditakutkan itu pun
datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar