Kamis, 14 Juli 2011

Mika Part 2

Mika part 2*


Sore itu, tiba-tiba Reno datang ke rumah Mika, dengan mobil mercedesnya.
“Hmmm, jadi besuk Ricky kan ?” tanya Reno dengn gaya khasnya, yaitu tanpa say hai, ato ngucapin selamat sore sekalipun.
“Ehh, iya pasti dong !” jawab Mika dengan cuek.
“Hmm, aku ikut ya?!” kata Reno denga sinis.
“Hah! Tenang aja Ren, aku pasti ngasih tau ke Ricky kok, kalo sekarang bangkunya udah diduduki ama anak baru. Oh iya, kamu tahu rumahku dari mana ?”
“Hmm, emang rumah mu itu, rumahnya pejabat apa. Banyak informan yang bisa ku tanyain.”
“Ohh, terus kenapa sekarang kamu mau ikut.?”
“Hmmm, kan Cuma tinggal Ricky aja, teman sekelasku yang belum ku kenal.”
“Oh, iya udahlah, aku ganti baju dulu.”
“Hmm..”
Dan akhirnya dengan terpaksa Mika harus ngerelain jalan bareng Reno, cowok yang ngebetein abis itu.
Dan sepanjang jalan itu, tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut eno. Jangankan sepatah kata, ngeliat bibirnya bergerak aja enggak. Mik apun akhirnya menahan sabar.
“Hmm, ntar abis lampu merah itu, belok kiri ya Ren.”
“Hmm, aku udah ke sana kok Mik.”
“Loh, terus, ngapain kamu ngajak aku kalo gitu.”
“Hmm, kamu nggak suka jalan bareng aku?”

 
“RENO !! Kalo emang kamu mau ngajak jalan, bilang dong baik-baik. Nggak usah kayak gini caranya !”
“Bukan gitu Mik,”
“Terus maumu itu apa ?”
Reno pun hanya diam.
“Ren ??!” Mika memanggilnya dengan suara agak keras.
Mika udah mulai jengkel terhadap Reno. Tapi anehnya Reno hanya diam dan tak bereaksi apa pun.

“Kalo kamu nggak mau nanggepin aku, aku bakal buka pintu ini dan turun disini dan saat ini juga.”
Dan akhirnya barulah Reno, sedikit bereaksi. Dan Reno pun membelokkan mobilnya ke sebuah taman yang penuh dengan pohon-pohon besar yang rindang. Reno hanya diam, sepasang bola matanya hanya menatap luru ke depan.
Mika juga diam, dia nggak mau ngeluarin suaranya lagi, karena ia udah terlanjur dongkol.
Dan akhirnya tak berapa lama, Reno pun mengeluarkan suaranya juga.
“Mik... dulu aku sempet punya cewek.”
“Hmmm.. Te..ter..terus?”
“Dia suka sama taman bunga diatas gunung, Mik.”
“Hmm..” Mika hanya ber’hmmm dengan menunjukkan kebingungannya.
“Sebelum aku naik mobil, dulu aku suka naik motor Mik. Aku suka balapan liar.”
“Oh,, terusss ?”
“Karena dia suka itu, waktu itu aku ngajak dia ke taman bunga diatas gunung Mik. Aku ajak di ke Bromo.”

Ya iyalah, masa’ iya kamu bawa di ke kebun sayur atau taman lawang. Mika menggerutu dalam hati.

“Pasti dia suka banget.” Sambil menahan ketawa Mika melanjutkan bicaranya.
“Iya, mungkin. Tapi sekarang aku nggak tau dia suka ato nggak.”
“Loh, kenapa ? Kamu putus ama dia ? atau dia ninggalin kamu?”
Mika makin bingung, walau dia nggak terlalu paham apa yang dibicarain ama Reno. Dia mulai ngerasa ada yang aneh dengan cowok itu.
“Hmm, kita nggak putus, tapi bener katamu, dia ninggalin aku.”
“Hmm, mungkin kamu terlalu kasar kali, atau kamu selingkuh ama cewek lain?”
“Bukan !” jawab Reno dengan sedikit kasar.
“Terus apa ?”
“Dia ninggalin aku karena ulahku sendiri. Itu salahku,  itu memang salahku Mik.”
“Hmm, emang dia kenapa? Apa salahmu, Ren? Jujur aku bingung!”
“Hmm, dia meninggal dunia Mik.”
“Hah ! Maksud mu ? Kamu bunuh dia???”
Reno hanya diam terpaku. Dia tak sanggup untuk menjelaskan itu semua pada Mika.
“Hmmm, waktu itu kita berdua pergi ke Bromo. Kita naik motor. Waktu itu aku ngebut. Aku suka kebut-kebutan dan cewekku tau it. Waktu itu motorku benar-benar melaju sangat kencang. Dan aku mikir, apa yang harus ku takutin lagi, kalo cewek yang ku cintai nggak merasa ketakutan. Tapi aku yang bego Mik, itu salahku. Aku lengah, aku diluar kendali, aku....”
“Kamu, kamu kenapa? Emang apa yang terjadi?” Jawab Mika yang sedang serius mendengar cerita Reno.
“Emm, waktu itu aku benar-benar lengah. Motor yang kita berdua naikin, menerjang dan menabrak pagar jalan. Dan cewekku jatuh terlemapar hampir 100 meter. Dan dia jatuh terbentur batu di anatara bunga-bunga ditaman itu. Dia mengalami pendarahan dikepalanya. Dia kehabisan banyak darah Mik. Dia koma selama seminggu. Tapi akhirnya dia meninggal. Aku yanag salah, kamu memang benar Mik, aku yang bunuh dia Mik. Aku bunuh dia ditempat yang paling dia suka Mik!”
Mika terkaget dan terpengarah dengan semua ucapan Reno. Apalagi saat Mika melihat Reno menitikkan air matanya, di depan Mika. Mika hanya menatap Reno. Dia bingung. Baru pertama kali itu dia ngeliat seorang Reno menitikkan air mata. Dan dia pikir itu berarti, beban yang ditanggung ama Reno sangat sangat berat dan perasaan bersalahnya tentang dia membunuh ceweknya itu, pasti ngebuat dia sangat membenci dirinya.
Dengan ragu, Mika pun akhirnya berkata.
“Ren, sorry. Tadi aku Cuma bercanda tentang yang kamu bunug dia. Aku Cuma bercanda aja.” Kata Mika.
“Tapi kamu bener Mik, aku yang udah bunuh dia.”
“Ren, itu udah terjadi, dan itu bukan salahmu, kamu nggak sengaja ngelakuin itu. Aku nggak bilang kalo itu harus dilupain, tapi itulah kenyataannya. Itu takdir Ren, dan kamu cuma dijadiin perantara aja.”
“Tapi kalo hari itu aku nggak ngajak dia, apa dia akan tetep mati ?!! Kalo aku nggak kebut-kebutan, apa dia juga akan tetep mati??!! Hah !! Nggak kan ? Dia nggak akan mati kan Mik?!! Bukan takdir yang ngebunuh dia, bukan !! tapi aku !! aku Mik yang salah.” Dengan tanpa henti suara kasar dan keras itu keluar dari mulut Reno, penyesalan yang selama ini dia pendam, terluapkan dengan hadirnya Mika.
Mika jadi sangat ketakutan, dia juga sangat bingung. Reno sangat tidak dalam keadaan sadar. Reno membentak-bentak Mika yang nggak tau apa.apa.
“Ren, denger ya, bukan kamu yang salah. Itu udah...” Mika menjelaskan dengan suara lirih, dia takut kalo dia ikut terbawa emosi, nanti Reno juga semakin emosi dan semakin menyalahkan dirinya.
“Bukan salahku gimana?” Reno membentak Mika “Itu salahku Mik, aku yang salah.”
“Oke, iya iya. Kamu yang salah!” Jawab Mika yang akhirnya juga ikut menyalahkan Reno.
“Waktu itu hujan deres Mik, padahal semua udah ngelarang kita buat pergi, tapi kita tetep ngotot untuk pergi Apalgi diana daerah gunung yang jalanannya pasti selalu licin kalo lagi hujan.”
“Iya betul !! Kamu yang salah Ren! Kata Mika dengan suara tinggi. “Kamu yang bego, udah tau hujan deres, kenapa kamu pergi juga! Kamu yang salah Ren, kamu yang udah ngebunuh dia !“ Kata itu bertubi-tubi keluar dari mulut Mika.
Mendengar itu semua, Reno terdiam. Dia menghempaskan tubuhnya ke kursi mobilnya. Dengan segera Mika langsung melunakkan suaranya yang keras itu.
“Ren, umur cewekmu itu emang cuma sampai hari itu aja. Dia meninggal karena itu emang sudah takdirnya dia. Itu udah ditentukan sama Tuhan Ren. Berapa kali pun, kamu memohon, berjuta-juta kali pun kamu menyalahkan dirimu, dia juga tetep nggak bakal hidup lagi Ren.”
“TAPI...”
Sebelum Reno membentak dia dan memarahinya, Mika langsung memotong kalimat Reno, “Ren, kalo kamu kayak gini terus, dan kalo kamu bentak-bentak aku terus, lama-lama aku bisa mati juga loh.”
Seketika, Reno tersadar. Dan tiba-tiba Reno langsung memeluk Mika.
“Mik, maafin aku, aku nggak sadar.”
Saat itu Reno memeluk Mika dengan sangat erat. Dan dalam hati Mika menggerutu. Ya ampun ini cowok, udah bentak-bentak orang sembarangan. Meluk orang juga sembarangan.
“Oh, nggak papa kok Ren. Di Koran juga belum ada kok berita kalo orang meninggal cuma gara-gara dibentak.” Mika pun langsung buru-buru melepaskan dirinya dari pelukan cowok itu.
“Maaf yaa..”
“Iya, nggak papa.” Mika pun menjauh karena takut dipeluk lagi.”
Reno pun menghela napasnya.
Suasana menjadi hening, mungkin sangat hening.
“Hmm, ini rahasia kita berdua ya Mik..” Tiba-tiba suara itu keluar dari mulut Reno. Dengan wajah lesu dia berkata, “jangan bilang sapa-sapa ya kalo kamu pernah ngelit aku nangis. Oh iya, kamu tau, itu lah alasan kenapa selama ini akus selalu dingin ama cewek, karena aku nggak mau ada satu pun cewek deket ama aku.”
Mika hanya mengangguk. Meskipun dalam hatinya bertanya dan agak heran, apa dia itu bukan cewek bagi Reno.
“Terus yang harus pindah siapa, aku ato kamu?”
“Maksud mu Mik?” Reno terlihat bingung.
“Iya, siapa yang harus pindah?
Reno makin bingung, dia nggak ngerti, “Kenapa salah satu dari kita harus pindah?”
“iya tadi kan kamu bilang, kalo kamu nggak mau, ada satu pun cewek deket ama kamu. Aku cewek loh Ren. Ato wajahku mirip Mamat?”
Reno pun tertawa. Dan sekarang gantian Mika yang bingung.
“Kok ketawa?”
“Nggak papa nona kecil.”
“Ihh, enak aja manggil nona kecil, tau badanmu gede.”
“Hehehe..” Reno pun tertawa kecil.
Mika pun heran, baru pertama kalinya dia melihat Reno tertawa seperti itu.
“Ohh iyaa, ulang tahunnya Rasty kamu dateng nggak Mik?”
“Belum tahu Ren.”
“Ohh, iya, keluar yuk, nggak enak nih ngobrol di dalam mobil.”
“Hmm, yakin udah nggak papa Reno Adiwiyata Darmawan ??” kata Mika sambil mengejek Reno yang matanya merah karena habis nangis.
“Enak aja, awas kamu yaa..”
“Mika pun cepat-cepat membuka pintu mobil, karena takut diterkam Harimau kayak Reno.”
“Jangan lari kamu Mik,”
Mereka pun berlari kejar-kejaran kayak anak kecil. Dan mereka nggak sadar kalo dengan itu, mereka menjadi akrab dan terlihat sangat akrab.
“Hmmm, Ren haus nih, minum yok.”
“Iya, aku juga haus nih. Gimana kalo kita minum es kelapa disana.” Kata Reno sambil menunjuk ke pojok taman yang disana terdapat seorang laki-laki dengan geobak es’nya.
“Iya, boleh juga tuh, tapi kamu ya yang bayar, sebagai ganti, karena kamu udah bentak-bentak aku, dan meluk aku seenak jidadmu.”
“’Hmm, iya deh..” kata Reno dengan senyum tipisnya.
Mereka duduk dipojok taman itu smambil minum es kelapa.
“Hmm, gimana kalo kita dateng ke ulang tahunnya Rasty?” Tanya Reno dengan tiba-tiba.
“Ehh ??” Mika tersentak kaget. Dan hampir aja dia tersedak saat minum es kelapanya.
Sepasang mata Reno pun menatap mata Mika.
“Please Mik... Oke aku minta maaf tentang yang tadi. Tapi kali ini aku bener-bener perlu bantuanmu. Kalo kita dateng berdua ke pesta itu, pasti mereka akn mikir kalo ada something antara kita. Dengan itu, aku bisa bebas dari cengkraman cewek-cewek centil itu. Dan mereka pasti mundur, kalo ada kamu disampingku. Aku bener-bener udah capek ngeliat mereka bersikap kayak inilah itulah. Apalagi kalo udah ada Rasty, Avi, Sabrina, Bella terus.... nggak tau lagi deh sapa itu.”
Mika tertegun atas semua kejujuran Reno. Dia nggak tahu harus seneng atau sedih, bahkan dia nggak tau harus mau ngomong apa.
“Tapi, Ren?” tanya Mika.
“Kamu punya cowok yaa? Atau ada cowok yang lagi deket ama kamu? Atau bahkan ada cowok yang kamu suka ?” Tanya Reno dengan perlahan dia menundukan kepalanya.
“Buka itu Ren.” Mika menggelengkan kepalanya.
“Terus apa, kalo bukan itu?”
“Kalo mereka nganggep kita beneran....,?”
“Hmm, biarin aja, bagus malah. Atau kamu nggak mau yaa?” Reno menatap mata Mika.
“Bukan itu. Cuma...”
“Ini Cuma pura-pura kok Mik. Kalo nanti ada cowok yang kamu suka.... kamu boleh pergi kok.”
Seketika itu, Reno menggenggam tangan Mika. Dan Reno jua mengusap wajah Mika dengan lembut.
“Mika, tolong aku, please.” Bisiknya dengan sangat pelan.
Entah kenapa saat itu, hati Mika yang biasanya sekeras batu, kini mecair dan meleleh karena ucapan Reno.
“kamu boleh bilang apa aja kok Mik ama mereka, mau kamu bilang, aku suka sama kamu, aku yang nembak kamu, aku yang maksa kamu buat macari kamu, apa aj. Akau serahin semuanya ke kamu. Semua terserah kamu, terserah maumu. Aku akan mengiyakan itu semua Mik.”
Mika menatap wajah Reno dengan begitu dekat. Dengan perlahan wajah mungilnya mengangguk, dan itu berarti Mika menerima permohonan Reno. Paling nggak dia sedikit atau bisa dibilang banyak membantu Reno. Dan dia akan menjadi seseorang yang paling deket dengan Reno, meskipun Cuma sementara dan tanpa hubungan apa pun.

<<>> 

Setelah kejadian itu, setelah Reno menceritakan semua tentang dirinya dan hidupnya, dan sekarang Mika nggak mandang Reno sebagai cowok yang galak atau menakutkan lagi. Bahkan Mika merasa iba terhadapnya.
Dan saat Mika melihatnya lagi pagi ini, berjalan masuk ke kelas dan menebar seluruh pesona yang dimilikinya, dingin, misterius dan masa bodo ama sekelilingnya. Dan rasanya sangat tidak bisa dipercaya kalo kemarin, Mika melihat cowok itu menangis dan memohon bantuan padanya.
“Pagi.” Sapaannya yang khas, masih sama kayak  kemarin-kemarin, dingin dan tanpa senyum.
“Pagi juga,” Mika pun juga menjawab seperti biasa.
Meskipun Mika masih syok karena Reno telah menganggapnya sebagai orang yang paling dia percaya. Dan Reno telah menceritakan cerita yang mungkin paling buruk dalam hidupnya. Dan Mika tetap nggak mau ngasih senyumnya ke Reno kalo Reno nggak senyum duluan ke dia. Dia juga takut, nanti dikiranya Mika senyum karena punya maksud tertentu. Dan nanti senyumnya dianggap senyum murahan.
“Apa kabar Mik?” Mika tersentak kaget. Nah ini yang baru nggak biasa yang dilakukan oleh Reno. Biasanya cowok itu masa bodoh ama orang disekelilingnya.
“Baik.”
“Oh, bagus deh.”
Diam-diam Reno memperhatikan respon dari cewek-cewek disekitarnya. Ternyata masih sama, belum ada perubahan. Tetep seperti Mika yang kemarin, cuek, jutek dan tak peduli sama sekali, meski Reno agak berubah pagi itu.
Reno sangat bersyukur. Berarti dia nggak salah memilih teman sebangkunya dan sekaligus memilih orang paling dia percaya.
Tapi seharian itu, Reno terlihat sangat gelisah, dan itu juga terjadi pada Mika. Jauh dalam lubuk hati mereka berdua, mereka sama-sama memikirkan tentang kejadian kemarin, kejadian yang tak sengaja membuat mereka menjadi sangat akrab. Tapi anehnya, Reno tak berkata apa pun pada hari itu.
Mika nggak tau kalo sebenranya Reno ingin cepat-cepat mebahas masalh itu. Tapi kondisi yang tak memungkinkan itu terjadi. Karena disekelilingnya masih begitu banyak bertebaran cewek-cewek centil. Dan akhirnya Reno pun harus menunggu sampai waktu pulangan. Dia harus mengajak Mika pulang sama-sama untuk membahas masalah itu Sayangnya, waktu bel pulangan berbunyi. Mika langsung menyaut tasnya dan pergi ke kelas Davina, sahabatnya di 2 Ipa-5.
Terpaksa Reno harus mengikuti dua cewek itu. Setelah sepi, Reno langsung memberhentikan mobilnya didepan dua cewek itu.
“Hai...” Reno menyapa Davina duluan.
“Hai juga,..” sahut Davina.
“Aku mau minjem temenmu dulu.” Dengan senyum tipis Reno berkata seperti itu kepada Davina. “Hmm, aku ada perlu ama kamu Mik.”
Gadis mungil itu langsung tahu apa yang dimaksud oleh Reno.
“Aku duluan ya Vi, besok, kita pulang bareng deh. Oke...” Kata Mika dengan senyum penuh harapan, berharap sahabatanya itu nggak marah ama dia.
Davina mentapa mereka berdua. Alisnya mengkerut. Dan Mika buru-buru naik ke mobil Reno, karena dia nggak mau sampai Davina tahu masalah itu.
“Hmmm..., mang kamu mau kemana Mik?” Tanya Davina dengan sedikit berteriak karena mobil Reno udah berjalan agak jauh dari tempatnya berdiri.
“Hmmm, Reno mau ketemu ama Mas Dean, Vi.” Jawab Mika, dengan menyebutkan nama salah satu sepupunya yang terjun dalam dunia basket.
“Oh, iya udah ati-ati..” Davina percaya begitu saja.

<<>> 

“Mas Dean ??? Siapa dia Mik?” tanya Reno begitu mobilnya udah terlihat sangat jauh dari Davina. Dan tinggal mereka berdua yang berada dalam mobil itu.
“Tukang Sayur!” jawab Mika asal. Dia tidak mau Reno tahu. Nanti kalo Reno tahu Mas Dean itu siapa, takut Reno jadi tertarik dan maksa dia untuk ngenalin Reno ke Mas Dean.
“Terus kenapa aku mau dikenalin ama dia?” Tanya Reno seakan tak percaya.
“Dulu dia pernah main basket. Terus, karena dia cidera dan nggak bisa maen lagi, dia ubah profesi jadi tukang sayur.”
“Oh begitu.” Jawab Reno. Jelas Reno tahu kalo Mika sendang berbohong, karena dia tahu banget siapa itu Mas Dean, karena Reno juga pemain basket.
“Hmm, kenapa Ren, kamu nggak percaya?”
“Iya jelas nggak percayalah, aku tahu siapa itu Mas Dean, itu sepupu mu kan, dia pemain basket nasional, dan sampai sekarang dia masih maen.”
“Loh, kok kamu tahu??” Tanya Mika dengan sedikit kaget.
“Loh, kan aku juga pemain basket Mik.”
“Oh, heheheh. Maaf, habisnya, aku males, ntar kalo aku kasih tau kamu, kamu malah tertarik, dan lagi pula, aku nggak terlalu suka ma orang itu. Eh nggak tahunya, kamu pemain basket juga.” Jelas Mika dengan wajah malu.
“Hmmm, nggak papa..kok. kau juga nggak terlalu suka juga ama orang itu”
“Hhehee, oh iyaaa, kita kok jadi bahas itu. Tadi kamu ngajak aku pulang bareng, karena mau ngomongin itu kan?”
“Iya, kok tahu.. Hmm, jadi gimana? Udah dipikirin?”
“Udah...”
“Jawabannya?”
“Boleh jawab nggak mau ?”
Reno pun tertawa.
“Maaf, sayangnya jawabnya harus iya atau mau.”
“Huh...” Mika mengehela nafas.
“Please, tolong aku Mik.”
Ini orang udah minta tolong, tapi harus, kudu malah. Gimana sih, jadi bingung aku !! Mika menggerutu dalam hati.
“Tapi kenapa harus di ulang tahunnya Rasty, apa nggak berlebihan. Terus apa nggak terlalu mengagetkan.?”
“Justru itu yang ku mau Mik. Justru yang ku mau itu, ya yang bikin kaget itu, jadi semua bisa tahu, kalo perlu 1 sekolah tahu kalo aku udah punya kamu !”
“Tapi kan....”
“Sebentar !” Reno memotong kalimat Mika. “Kita stop aja ya, nggak enak ngobrol sambil nyetir. Kamu nggak papa kan pulang agak telat.”
“Hmm, nggak papa sih, paling cuma diamarahin ama tanteku!”
“Hmm, gampang itu deh. Ntar aku yang ngejelasin ama tante mu.” Kata Reno dengan sedikit menahan ketawa.
“Ouh iya, tadi mau ngomong apa?”
“Emmm, iya itu. Nanti kalo ditanya-tanyain, gimana, mau jawab apa?”
“Nah, ini juga yang mau ku omongin ke kamu. Ini permintaan tolong ku yang kedua,”
Mika tersentak
“Ehh, emang ada berapa permintaan? Jangan banyak-banyak, soalnya persediaan tolongku tinggal pas-pasan ini.”
Seketika Reno pun tertawa.
Udah Mika duga, sejak kejadian itu, Reno nggak baklan bisa bersikap sok cuek atau sok galak didepan cewek mungil ini.
“Hmmm, cuma dua kok. Yang pertama, kamu jadi cewekku, dan yang kedua, kayak yang tadi kamu bilang itu. Tolong kamu karang cerita gimana kita jadian.” Reno pun tersenyum tipis.
“Mana sempet Reno Adiwiyata Darmawan. Kan ultahnya Rasty tinggal 4 hari lagi?”
“Kan nggak mesti waktu itu kamu ngejelasinnya Mik.”
“Ohhhh...”
“Dasar nona kecil.”
“Huh, dasar Mr. Ngebetein.” Seketika itu juga wajah mungil Mika jadi cemberut.
“Hehehe, biar aja ngebetein. Weeekkkk.” Kata Reno sambil menjulurkan lidahnya.
“Ahhhh, Reno... Nggak jadi neh.” Mika pun mengancam Reno.
“Heheheh, iya iya maaf, Mana boleh cemberut gitu miss manja.” Reno pun tersenyum lebar.
Baru kali itu Mika melihat Reno tersenyum seakan-akan tulus dri dalam hatinya. Mika pun membalas senyumnya. Dan mereka pun tertawa bersama.
“Terus gimana?”
“Hmm, nggak ada terusnya miss manja. Kamu karang aja ceritanya. Nggak usah buru-buru. Tapi kita tetep dateng ke pesta itu. Dan selebihnya....,,” Reno memegang tangan Mika, “itu urusanku. Oke ...!”
Dan mau nggak mau, Mika menjawab, “Iya deh...”
“Ouh iya, ngomong-ngomong, tadi kamu bilang dimarahin tantemu. Emang mama mu ke mana?”
“Ohh, bunda?”
“Iya terserahlah kamu mau nyebut itu apa. He’eh...”
“Bundaku orang yang sibuk, terlalu sibuk sampai-sampai nggak pernah inget ama anaknya.”
“Terus?”
“Hmm, dia seorang designer yang cukup terkenal di Indonesia maupun dunia internasional. Dia selalu sibuk melakukan Tour ke mana-mana, bahkan hampri ke seluruh dunia.”
“Ouh, kamu pasti bangga punya mama atau bunda yang sangat terkenal seperti itu?”
“Hmm, nggak! Kamu salah, aku akan lebih bangga kalau beliau adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki pekerjaan yang biasa-biasa saja. Dan aku akan lebih sangat bangga lagi, kalau beliau bisa jadi seorang Ibu yang sangat memperhatikan anaknya.”
“tapi, mungkin mama mu, ngelakuin ini untuk kamu juga.”
“Mungkin saja. Tapi sepertinya nggak, dia lebih milih kesibukannya dari pada anaknya sendiri.”
“Kok kamu bilang seperti itu?”
“Udahlah nggak papa.”
“Ohh iya, terus papa mu?”
“Ohhhh, beliau udah meninggal 8 tahun yang lalu, waktu aku berumur 9 tahun.”
“Oh, maaf Mik, aku bener-bener nggak tahu. Udahlah, dia pasti udah hidup tenang disana, bukannya aku nyuruh kamu buat ngelupain dia, tapi percayalah, dia akan selalu hidup di hatimu selamanya.”
“Hmm, iya Ren.” Mika pun menitikkan air mata.
“Udah Mik.” Reno pun meraih tubuh gadis itu, dan diletakannya dipelukannya.
Mika merasa hangat, dia sangat nyaman berada dalam pelukan Reno.
“Terus, saudaramu ? Atau kamu anak tunggal?
“Iya, aku anak tunggal Ren. Dulu aku sih punya sahabat selain Davina, tapi dia meninggal dunia juga Ren, katanya mamanya sih, dia sempat koma di rumah sakit. Mungkin dia sama kayak cewekmu, Ren.”
“Iya udah, disaat kamu sedih, disaat kamu nggak semangat, aku akan selalu hadir disampingmu, untuk membagikan semangatku ke kamu Mik.” Sepasang mata itu menatap mata Mika dengan seakan-akan mata itu sangat menyayangi Mika. “Iya udah, kita pulang aja yaa.”
“He’eh..” jawab Mika dengan hanya menganguk kepalanya. Dia tengah benar-benar tidak bisa berkata apa pun lagi.
Sesampai didepan rumah Mika.
“Ren, Makasih yaa...”
“Makasih buat apa?” Reno pun bingung dengan ucapan terima kasih dari Mika.
“Makasih udah meluk aku.” Mika pun tersenyum tipis.
“Ehhh,....” Reno pun kaget dengan kata-kata yang keluar dari mulut Mika.
“Hehehe..” Mika hanya tertawa kecil saat ia turun dari mobil.
“Iya, samasama...” Reno pun membalas senyuman Mika. Meskipun iya bingung, apakah Mika memang benar-benar senang atau Mika hanya mengejek dirinya.

<<>> 

Besoknya...
Pagi-pagi sekali, Mika dateng ke sekolah bersama Davina. Dengan biasa, Mika menolong Davina untuk menganatarkan barang dagangan yang mau dititipkan di kantin dan koperasi.
Sepanjang jalan menuju koperasi, Davina dan Mika ngobrol tentang pelajaran seperti biasa.
Akhirnya, mereka berpisah saat bel masuk telah berbunyi. Mereka masuk ke kelas masing-masing, kelas Mika dan davina memang sangat jauh. Mika di kelas 2 Ipa-2 sedangkan davina berada dikelas 2 Ipa-5.
Jam pelajaran pun dimulai. Seperti biasa, Reno masuk kelas dengan sapaannya yang sangat singkat, “Pagi...”. tapi kali ini agak berbeda, senyum itu, senyum yang tak pernah ia lontarkan dari wajahnya, yang tiba-tiba, senyum hangat itu mengiringi sapaannya.
“Pagi juga.” Mika pun juga membalasnya dengan senyum.
  Tapi yang membuat suasana berubah, ketika seluruh mata menatap mereka, terutama para cewek-cewek itu. Beda dengan Reno yang masa bodoh ama tatapan mata itu, Mika jadi sangat canggung. Selama pelajaran, rasty dan avi menggunjingkan mereka berdua.

Mika tak lagi memikirkan itu. Mika melirik jam yang melingkar dipergelangan tangannya itu dengan resah. Sebentar lagi bel istirahat berbunyi. Sejujurnya, dia sudah tidak sabar lagi untuk pergi ke tempat itu.
Sesungguhnya hari ini adalah Hari ulang tahun Mika yang ke tujuh belas. Bukan gaun atau dress cantik yang terbuat dari sutra dari designer terkenal, atau kue ulaang tahun yang besar dan enak yang ia tunggu. Tapi seseorang yang istimewa yang ia tunggu untuk menghabiskan hari itu.
Hari ini, bunda janji kepada Mika akan pulang ke Indonesia untuk merayakan ulang tahunnya.
Kebiasaan itu tidak akan pernah ia lupakan, kebiasaan saat hari ulang tahunnya. Biasanya waktu Mika kecil, ia selalu menghabiskan hari ulang tahunnya bersama bundanya, bahkan hingga larut malam, dari membantu Bunda memasak, membuat kue coklat yang nantinya akan ditiup oleh Mika, dan menonoton film hingga larut malam.
Tapi kebiasaan itu telah menjadi sebuah harapan yang tak pasti kapan akan ia rasakan lagi.
Akhirnya bel tanda istirahat telah berbunyi. Murid-murid pun mulai berhamburan ke sana ke mari. Begitu juga Mika ia melangkahkan kakinya keluar ke lorong sekolah. Mika bingung, apa yang harus ia lakukan.
Dan tiba-tiba Reno dan Davina yang sedari tadi mencarinya pun mengaetkannya.
“Mik...”
“Heii... kok kalian ada disini.”
“Dari tadi kita nyariin kamu nona kecil..” jawab Reno dengan panggillan khasnya kepada Mika.
“Ohh..”
“Ada ap sih Mik, kok kayaknya kamu gelisah gitu?”
Mika bingung, apa dia harus ngasih tahu Reno dan Davina kalo hari ini Bundanya datang, dan dia akan membolos pelajaran untuk pergi ke airport. Dia ingin sekali menjemput bundanya yang semalm menelpon untuk membaerikan kabar baik, tentang pulangnya ia ke Indonesia.
“Hmmm, atau ada hal yang penting yang harus kamu lakukan Mik?” Tanya Reno.
Pertanyaan itu sangat tepat, dan itu membuat Mika tersentak. Cowok yang berdiri dengan sebuah tangan dalam saku, memandang sepasang bola matanya dengan serius. Entah kenapa jika ada Reno, Mika merasa sangat tenang. Dan tiba-tiba sebuah kalimat terlontar dari mulut Mika.
“Hmmm, ya. Kalian mau ikut aku?”


<<>> 

Mereka bertiga akhirnya membolos pelajaran.
Saat itu, mereka bertiga telah duduk di sebaris tempat duduk kayu yang ada di Bandara. Dengan memegang segelah minuman hangat, karena udara disana sangat dingin.
Tak terasa udah 3 jam, mereka menunggu seseorang itu.
“Hmm, mungkin pesawatnya telat, Mik. Atau dicancel??” Davina berusaha mencari alasan ketika melihat wajah muram menghampiri wajah sahabatnya itu.
“Tapi nggak mungkin Vi, coba kamu lihat itu.” Sanggah Mika dengan menunjuk sebuah layar besar yang menunjukkan jadwal penerbangan hari itu.
“Hmmm, mungkin bukan pesawat itu Mik,” sahut Reno yang mulai nimbrung, karena merasa kasihan pada Mika.
“Ngga Ren, katanya sih peswat yang itu.” Kata Mika, dengan wajah setengah kecewa.
“Gimana kalo kita tanya sama petugas aja?”
Mereka bertiga menghampiri seorang petugas bandara, tetapi saat mereka menanyakan suatu hal, petugas itu tampak kebingungan, dan akhirnya mereka kembali duduk.
“Hmm, kita tunggu sebentar lagi deh, yaa...” kata Reno dengan senyum tipis.
Dalam hati, Mika berkata, “Ternyata seorang Reno, yang kalo disekolah, terkenal sebagai cowok yang cuek, sadis dan galak ama cewek itu, memiliki hati yang lembut juga. Tapi kenapa dia hanya baik kepada aku dan Davina aja, kenapa nggak ama yang lain?”
“Mik..”
Panggilan itu pun mengagetkan Mika yang sedang bingung.
“Ehhh..., kenapa?”
“Kok ngelamun?
“Nggak papa Vi.”
“Hmm, kira-kira, gimana ya keadaan kelas ? Hahaha.” Davina pun mulai mencoba untuk menghibur Mika.
“Maaf ya, gara-gara aku kalian jadi ikutan bolos.”
“Nggak papa lah Mik, lagian aku juga malas kok ikut pelajaran Kimia, habis aku nggak mudeng-mudeng, ngitung-ngitung pH lah, mol-lah dan apalah itu.”
“Nggak papa kok Mik, lagian aku sama kayak Davina. Aku juga lagi malas ikut pelajaran fisika.” Sahut Reno.
“Hmmm, ntar kalian jadi ikutan dimarahin deh, apa lagi kamu kan anak baru Ren.” Kata Mika, yang dengan perlahan menundukkan wajahnya.
“Nggak masalah buatku.” Jawab Reno dengan tanpa ekspresi.
“Iya Mik, bener tuh kata Reno. Dan lagi kan aku sahabatmu, apa pun yang terjadi ama kamu, aku juga akan selalu bersamamu, walaupun kita Cuma tinggal berdua.” Hibur Davina.
“Ehhh, maksudnya berdua? Aku?”
“Bukan itu maksudku, ada deh pokoknya.”
“Hmmm....” Kening Reno mengkerut.
Tiba-tiba, handphone Mika berbunyi. Suara Tante Eva yang kelihatannya sangat kahwatir terdengan di telinga Mika.
“Mika, kamu ada dimana??? Kamu baik-baik aja kan? Tadi Tante menyuruh Pak Dadang buat jemput kamu, tapi katanya kamu nggak ada.”
Mika tersentak, dia baru menyadari kalo dia lupa mengbari Pak Dadang yang setiap hari mengantar jemputnya ke sekolah sebelum sekarang ia naik bus.
“Maaf Tante, aku lupa nelepon tante. Aku sekarang lagi di Bandara Tan. Mau jemput Bunda. Tapi sampai sekarang masih belum dateng juga.”
Tante Eva seketika kaget ketika mendengar Mika berkata seperti itu. Dia bahkan sama sekali nggak tega untuk membuat hati Mika kecewa, karena di tahu kalau bundanya nggak akan pulang hari itu.
“Hmm, Mika.. Dengerin tante yaa. Barusan aja, bundamu nelpon tante, dia bilang kalo dia hari ini ngak jadi pulang, katanya sih, karena hari ini dia ada fashion show ke Australia, dan mungkin sampai bulan depan.”
“Ouh, gitu yaa tante. Bunda ada titip pesan nggak?”
Tante Eva pun dengan ragu menjawab pertanyaan dari Mika. Dan dengan keraguan tantenya itulah, Mika sudah tahu, kalo bundanya sama sekali udah tak ingat pada dirinya. Dan dengan wjah penuh sesal dan kecewa, Mika pun menutup telpon itu.
“Kenapa Mik?” Tanya Davina yang sedang bingung melihat wajah sahabatnya itu murung.
“Nggak papa kok, Vi.” Jawab Mika sambil manahan air matanya yang sudah diujung tanduk.
“Yakin kamu nggak papa.” Reno pun ikut bertanya.
Mika pun berusaha untuk meyakinkan Reno dan Davina kalo dia nggak papa, dan baik-baik aja. Tapi air mata itu tak mampu dibendung oleh Mika. Tiba-tiba, tubuh Mika terduduk, wajahnya menunduk, pandangannya memburam, dan ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan sambil mulai meneteskan air matanya. Dan dengan seketika Davina pun duduk dan langsung mengusapkan telapak tangannya ke punggung Mika.
“Maaf..” Mika pun berkata sambil mencoba mengusap air matanya. Bahkan dia pun tak sanggup untuk meluapkan kekecewaannya dengan kata-kata.
“Nggak papa kok Mik. Kamu nggak ada salah ama kita. Kenapa kamu harus minta maaf.” Sahut Reno yang sedang berusaha meyakinkan Mika, kalo itu semua bukan salahnya.
“Tapi...”
“Ssstttss... Udah udah, jangan nangis, ntar dikejar ayam loh kalo nangis.” Kata Davina yang mencoba menghibur Mika.
Mika pun tersenyum tipis. Tak bisa ditebak, bagaimana perasaan Mika saat itu, persaan yang sedang campur aduk menjadi 1. Perasaan kecewa akan ketidakhadiran bundanya dan perasaan betapa bahagianya dia memiliki sahabat seperti Davina yang selalu ada saat dia butuh. Baik itu dalam keadaan senang, sedih atau apa pun.
“Iya udah kita pulang yok..” ajak Reno.
“Hmm, aku kayaknya dijemput deh Ren, Mik.”
“Jadi kalian pulang berdua aja, nggak papa.”
“Yakin nggak papa nih Vi?” Tanya Mika
“Iya Nona cantik..” Davina pun tersenyum tipis.
“Hmm, iya udah deh. Hati-hati loh. Ayo Mik, kita pulang.”
“Ayo..”
Didalam mobil..
“Mik..?” Panggil Reno
“Ehh, iya. Kenapa?”
“Nggak papa, jangan sedih gitu dong. Ntar lagi ulang tahunnya Rasty loh. Kamu harus nyiapin mental tuh.. hehehe .” Reno mengejek Mika dengan senyuman tipis.
“Hmm, iya iya Mr, Nyebelin..” seketika itu, wajah Mika pun lansung cemberut manja.
“Ouh iya, ngomong-ngomong, maksudnya Davina tadi apa?”
“emang omongan yang mana?”
“ada tadi yang dia bilng, walaupun kita tinggal berdua aja?”
“Ouh itu. Maksudnya itu, dulu kan aku punya sahabat selain Davina juga. Nah kita itu selalu bareng-bareng Ren. Tapi yaa, kayak yang waktu itu aku cerita ke kamu. Dia udah ninggalin kami lebih dulu Ren. Jadi tinggal aku ama Davina. Gitu maksudnya.”
“Ouh, kirain apa?”
“Emang kamu kira apa?”
“Aku kira, kalian nggak mau nganggap aku. Hahaha.”
“Nggak lah, tapi mungkin aja sih, Wekkk :P “ Mika pun gantian mengejek Reno.
“Ouh iya, emang bunda mu itu, janji pulang karena apa?”
“Hmm, sebenranya ada sesuatu yang penting, dan itu aku berharap, agar beliau pulang.”
“Hmp, kalo boleh tau, apa itu?”
“Emmm... sebenarnya hari ini adalah hari ulang tahunku Ren”
“Apa..??! kenapa kamu nggak bilang ama aku?”
“Hmm, emang kenapa? Itu kan bukan suatu hal yang penting kan buatmu, dan lagi pula aku bukan sapa-sapa mu.”
“Ouh.. bukan sapa-sapa?” Reno memalingkan wajahnya dan sepanjang perjalanan ia diam.
Tapi, Mika pun memberanikan dirinya untuk bertanya pada Reno.
“Kamu marah ya, Ren?”
“Nggak..”
“Terus, kenapa?”
“Hmm, emang sih sekarang aku bukan siapa-siapa buatmu, tapi nanti. Kamu kan akan jadi pacarku.,”
“Ehhh..” Mika pun bingung dan terhenyak.
“Iya, , meskipun hanya pura-pura.”
“Maaf Ren, aku nggak bermaksud begitu,”
“Nggak papa kok, walaupun kita baru kenal, tapi bukan bearti aku nggak mau tau tentang kamu.”
“Hmm, iya maaf.” Kata Mika sambil menundukkan kepalanya.

<<>> 

Pagi itu...
Pak Suryo dan Bu Neti sang master kimia dan fisika itu berdiri diruang guru didepan 3 orang muridnya. Mata mereka menyipit dengan penuh konsentrasi dan tangan mereka seperti elang yang mau nerkam mangsanya..
Mata-mata itu menatap tajam, memandangi 3 murid mereka yang kemarin membolos pelajaran.
Mika, Davina dan Reno berdiri dengan wajah tertunduk. Mereka sama sekali tak berani memandang wajah-wajah itu. Apalagi wajah-wajah itu terkenal dengan wajah-wajah paling killer disekolah itu.
“Apa alasan kalian membolos pelajaran, kemarin? Jelaskan !” Bu Neti yang terkenal dengan kata-kata pedisnya itu pun melontarkan pertanyaannya dengan wajah yang amat sangat menegrikan.
Tak ada sedikit suara pun keluar dari mulut mereka.
“Kenapa diantara kalian berdua tidak ada yang mau menjawab pertanyaan saya atau menjelaskan alasan kenapa kalian membolos pelajaran, kemarin? Apa pelajaran saya dan pelajaran Pak Suryo begitu membosankan untuk kalian? Atau kalian sudah merasa cukup pintar dan merasa sudah tidak perlu mengikuti pelajaran kami?”
Kepala mereka semakin menunduk. Mereka bertiga berharap agar tidak dihukum berat.
Davina pun memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya, dan ia berkata,”Maaf Bu, pak, kita nggak akan bolos lagi kok.”
“Iya pak, bu..” Mika dan Reno pun juga ikut berusaha untuk meyakinkan guru-guru mereka.
“Apa kalian nggak mau memberitahu kami, alasan kenapa kalian kemarin membolos?”
“Gini Pak, kemarin mereka itu membolos karena saya, saya yang mengajak mereka.” Jelas Mika.
“Bukan Pak, kami sukarela kok. Toh kami nggak pergi ke game centre, nggak merokok. Dan pokoknya kamu nggak ngelakuin hal-hal yang aneh kok Pak, Bu. Beneran deh.” Davina dan Reno pun mengatakan demikian dengan serentak.
Bu Neti dan Pak Suryo pun menghela napas mereka. Mereka bingung harus gimana, karena diantara mereka nggak ada 1 pun yang mau ngaku atau menjelaskan alasan mereka membolos.
Dan walaupun begitu, Bu Neti dan Pak Surya percaya dengan 3 anak muridnya itu. Karena Mik dan Davina selalu mempertahankan nilainya, dan karena Reno adalah anak baru disitu.
“Ya sudah. Biar kalian kapok dan nggak akan bolos pelajaran lagi, Ibu ama Bapak akan ngasih hukuman berat buat kalian.” Kata Bu Neti.
Mereka bertiga pun memejamkan mata mereka dan berharap agar mereka nggak dapetin hukuman yang berat, seperti disuruh bersihin lubangnya wc lah, disuruh bawa papan nama yang bertuliskan “Tidak akan membolos lagi” atau disuruh ngepel lobi sekolah.
“Hmmm, kalian kami hukum mencuci bus sekolah, sepulang sekolah.” Kata Pak Suryo.
“Hanya itu pak? Tanya Mika dengan wajah sedikit senang dan sedikit bingung.
“Iya, hanya itu? Kenapa, apa kalian merasa itu kurang.” Tanya paj Suryo.
“Ng..nggak Pak. Itu udah lebig dari cukup.” Sahut Davina.
“Dan kamu Reno, kamu itu anak baru, seharusnya kamu tidak ikut membolos.”
“Iya Bu.. Maafkan saya.”
“Terima kasih Bu Neti dan Pak Suryo. Maafkan kita yang udah membolos kemarin.” Kata mereka dengan serentak.
“Iya, sama-sama. Lagi pula, saya dan Pak Suryo kan juga pernah muda dan kami juga pernah melakukan hal seperti yang kalian lakukan.” Jelas Bu Neti, sambil melangkahkan kakinya keluar ruang guru.
“Heheheh, iyaaa ibu....” kata mereka serentak dengan wajah yang amat gembira.
Tapi sayang wajah itu tidak mengahmpiri wajah Reno. Saat itu wajah Reno masih menunduk dan terlihat sangat lemas sekali.
“Ren, kamu baik-baik aja kan?” Tana Mika.
“Iya, aku nggak kenapa-kenapa kok Mik.” Jawab Reno dengan lemas.
“Kamu yakin ?” Tanya Davina
“Iya aku yakin.”
“Aku nggak percaya. Coba, aku ingin melihat wajahmu.” Kata Mika sambil mendongakkan kepala Reno ke atas
“Hmm, aku nggak papa, Mik!” Reno memalikngkan wajahnya
“Hmm, aku nggak percaya Ren, aku mau melihat wajahmu.”
“Iya Ren, aku juga bakalan nggak percaya kalau ngeliat sikapmu begini.” Kata Davina.
Akhirnya Reno mengangkat wajahnya, ternyata udara dingin di bandara tadi membuat kondisi tubuh Reno melemah. Reno pun mimisan.
Seketika itu Davina dan Mika terkaget.
“Kamu mimisan Ren.” Sahut Davina.
“Ohh, itu yang kamu bilang nggak papa?!” Tanya Mika dengan suara tinggi.
“Hmm, aku nggak papa kok. Itu mungkin karena aku lagi kecapek’an aja.” Jawab Reno yang sedang mencari-cari alasan.
“Hmmm, iya udah kita ke UKS aja. Ntar aku ijinkan kamu ke guru piket dan guru dikelas.” Kata Mika, sambil meraih tangan Reno dan menaruhnya ke pundaknya.
“Iya udah, aku duluan ya Mik, Ren. Aku ada presentasi hari ini, maaf ya.”
“Iya nggak papa Vi, good luck ya..”
“Thanks Mika.”
Mika dan Reno pun berjalan ke arah UKS. Sesampainya di UKS.
“Hmm, kamu istirahat disni aja yaa, ntar waktu pulang, aku kesini lagi. Oke.?”
“Eh, tapi Mik. Aku ....”
Sebelum Reno menyelesaikan kalimatnya Mika pun segera memotongnya.
“Hmm, kalo kamu nggak mau nurut ama aku. Aku nggak mau bantuin kamu, dan nanti sakit mu bisa tambah parah, Ren. Dan kalo kamu sakit, ntar kamu juga nggak bisa datang loh ke pestanya Rasty.” Mika mulai mencari alasan dan mengancam Reno.
“Iya iya dah..” Dengan wajah sedikit terpaksa, hanya itulah yang bisa dikatakan oleh Reno.

<<>> 

Hari itu mulai dekat, seperti membuat Mika berjalan diatas perapian yang penuh dengan bara. Walaupun di satu sisi Mika tahu, apa tujuan diadakan acara ulang tahunnya itu. Hanya untuk menarik perhatian Reno.
Contohnya aja Rasty, Avi, Mona ama Sabrina. Mereka rela menghabiskan uang orang tuanya hanya untuk menarik perhatian Reno.  Tentunya mereka akan menggunakan penampilan mereka untuk melakukan hal itu. Dan sebelum jauh-jauh hari, mereka udah mengumbar-ngumbar kalo mereka akan datang ke pesta itu dengan dress yang teramat sangat mahal, mungkin bisa jadi dress yang dirancang oleh designer terkenal, ya walaupun belum dapat menyamai Bundanya Mika, yaitu Nadia Pratama. Seorang designer yang teramat sangat terkenal terutama di Paris dan Inggris. Walaupu begitu, Mika tidak pernah sedikit pun pamer atau sombong. Padahal pakaian, sandal, high heels, dan semua dressnya itu adalah design atau rancangan yang paling bagus diseluruh dunia. Dan, Mika juga tak habis pikir dengan jalan pikiran cewek-cewek centil itu.
Dan bagi yang ekonominya pas-pasan, hanya bisa menggunakan dress yang standar dan berharap kalo Reno akan tertarik pada mereka, dan mereka percaya kalo Reno bukanlah cowok matrealistis.
Dan semakin dekat denga hari itu, cewek-cewek itu semakin semangat untuk membahas soal itu. Dimana-mana terdengar kasak kusuk yang seaka-akan membuat Mika sangat kesal. Meskipun yang diundang hanya terbatas, karena tidak sembarang orang bisa masuk rumah Rasty. Hanya kelas Rasty sendiri lah yang semuanya terpaksa harus diundang karena ia tak mau, imagenya menjadi jelek dikelas, walaupun sebenarnya udah jelek.

Setiap hari pun Mika selalu berdoa dan ia sangat berharap agar Tuhan mau mengabulkan doanya, walaupun doa itu nggak akan mungkin bisa dikabulkan secara logika, tapi Mika tetap berharap dan sangat berharap. Tapi ternyata Tuhan tidak mengabulkannya. Ya jelas aja, pasti Tuhan juga mikir kalo harus mengabulkan permintaan Mika yang aneh itu: Mika memohon agar Tuhan bisa menghentikan waktu yang terus berputar itu, atau Tuhan bisa menghilangkan hari itu hanya untuk Mika.
Karena tidak mungkin dikabulkan dan udah tidak dikabulkan, hari yang ditakutkan itu pun datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar