Heii,
aku lelah untuk
berwajah lesu dan aku lelah untuk selalu berwajah masam. Aku hanya ingin
tersenyum, selalu tersenyum untukmu.
-
Apakah
terlalu berlebihan? -
Pernahkah kamu
tahu, aku selalu berusaha mengumpulakan tenaga hanya untuk meredam marahku,
hanya untuk mengatur emosiku, hanya untuk selalu berusaha tersenyum dihadapanmu.
Apakah menurutmu ini sebuah sandiwara yang ku buat. Bukan. Ini bukan sebuah
sandiwara.
Jika aku marah,
aku selalu bilang padamu, tapi tahukah kamu, aku bukan tipe orang yang bisa
meluapakan marahnya dengan marah-marah, aku hanya bisa terduduk di sebuah kursi
dan meneteskan air mata. Itulah aku, selalu berkata tidak apa-apa, dan
menganggap semua baik-baik saja. Jauh didalam hatiku, ingin sekali rasanya bisa
seperti mereka, jika marah ya marah saja.
Ya, jika marah ya marah saja, luapkan saja.
Tapi mengapa aku tidak bisa?
Bagiku, perasaan
orang lain jauh lebih penting daripada perasaanku sendiri. Apakah aku egois
jika aku lebih ingin menghargai perasaanmu.
Kau tahu apa
keinginanku,
hanya ingin tersenyum
padamu setiap saat, dan melihatmu membalas senyum itu.
-
Itulah
keinginanku –
Hei,
Apa aku terlalu menyusahkanmu, apakah
aku terlalu merepotkanmu dengan setiap tingkah lakuku.
Tapi beginilah aku,
Aku masih kekanak-kanakan. Aku tahu,
aku belum dewasa. Bisakah itu dimaklumi? Bisakah itu dimengerti?
Hei,
tolong lihat aku ! Aku disini, di hadapanmu.
Apa aku
kurang mengertimu?
Apa aku
kurang memahamimu?
Apa aku
sering terlalu memaksamu?
Apa itu
semua membuatmu tidak nyaman?
Apa salah,
jika aku terlalu bergantung padamu?
Apa
salah, jika aku terlalu berharap padamu?
Segitu tidak
inginnya kah kamu bergantung padaku?
Apakah aku memang
tidak memiliki arti di hidupmu?
Apa
aku terlalu menyusahkanmu A?
Jika iya,
aku akan pergi saja.
Lebih baik
seperti itu kan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar